JAKARTA.BWI.or.id—Ke depan wakaf diharapkan tidak hanya menjadi bagian kecil dari ekonomi nasional. Wakaf justru harus menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Untuk itu, wakaf perlu didukung oleh sistem dan tata kelola kelembagaan yang amanah, profesional, dan kompeten.
Demikian salah satu poin yang disampaikan anggota Tim Pusat Antar Universitas (PAU), Raditya Sukmana, dalam forum diskusi mengenai Peta Jalan Wakaf 2035 di kantor Badan Wakaf Indonesia, Kamis (21/1/2015) siang. Forum itu dihadiri jajaran pengurus Badan Wakaf Indonesia, pejabat Departemen Makroprudensial Bank Indonesia, dan anggota tim PAU.
Karena itu, Tim PAU mengusulkan setidaknya lima hal yang harus segera dilakukan oleh semua pemangku kepentingan. Pertama, mengembangkan SDM wakaf yang berakhlak mulia, kompeten, dan unggul. Kedua, mensinergikan infrastruktur dan segenap pemangku kepentingan dalam pengembangan wakaf.
Ketiga, mewujudkan regulasi dan pengawasan yang efektif dan efisien. Keempat, mengintegrasikan sistem wakaf dengan sistem perekonomian nasional. Dan kelima, mewujudkan manajemen wakaf yang profesional dan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik.
Dalam forum diskusi itu ada kesepahaman bahwa kelima hal itu tidak bisa dilakukan sendiri oleh Badan Wakaf Indonesia. Kendalanya, karena secara kelembagaan BWI belum mendapatkan dukungan penuh dari undang-undang. Menurut Deputi Direktur Departemen Makroprudensial BI, Dadang Muljawan, dalam undang-undang wakaf belum ada otoritas yang kuat dengan tugas pokok dan fungsi yang lebih terperinci. Karena itu, menurut para hadirin, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf perlu dievaluasi.[]
Penulis: Nurkaib