BWI.go.id – Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Agama untuk berpartisipasi dalam wakaf uang sebagai wujud kontribusi bagi kemaslahatan umat dan pembangunan bangsa. Meski tidak bersifat wajib, Nasaruddin menegaskan bahwa wakaf uang dapat menjadi contoh teladan yang kuat bagi masyarakat luas dalam mengoptimalkan potensi ekonomi syariah di Indonesia. Menurutnya, wakaf uang bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga langkah strategis dalam mendukung keberlanjutan ekonomi berbasis syariah yang inklusif.
Prof. Nasaruddin Umar, saat berbicara di sela-sela World Zakat and Waqf Forum Annual Meeting and Conference 2024 di Jakarta, menyatakan bahwa program wakaf uang bagi ASN Kemenag bersifat himbauan. “Ini masih berupa anjuran, karena jika kita wajibkan, nanti ada risiko benturan,” ungkap Nasaruddin. Ia menambahkan, kewajiban yang diamanatkan bagi umat Islam adalah zakat, sedangkan wakaf uang tidak bersifat wajib, tetapi dianjurkan.
Prof. Nasaruddin Umar, yang juga merupakan Imam Besar Masjid Istiqlal, menguraikan berbagai metode yang akan mempermudah masyarakat dalam membayar wakaf uang. Salah satunya adalah kerja sama dengan operator seluler untuk mengenakan kontribusi sebesar 10 persen dari tagihan layanan komunikasi sebagai wakaf uang. Skema serupa rencananya juga akan diterapkan pada tagihan listrik (PLN) dan air bersih (PDAM). Selain itu, layanan pembayaran QRIS juga akan dioptimalkan untuk kemudahan masyarakat dalam menyalurkan wakaf tunai.
Menurut Nasaruddin, potensi wakaf dan sedekah sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan zakat, terutama dalam pemanfaatannya yang lebih fleksibel. Ia menyebutkan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW, wakaf dan sedekah menjadi kegiatan yang lebih sering digalakkan dibandingkan zakat.
Dalam acara yang sama, hadir pula delegasi dari 43 negara sahabat yang berbagi pengalaman dalam pengelolaan zakat dan wakaf. Nasaruddin mengapresiasi berbagai inovasi dalam pengelolaan zakat dan wakaf di beberapa negara, seperti Malaysia, yang menerapkan insentif pajak bagi para wajib zakat. “Di Malaysia, pembayaran zakat menjadi pengurang beban pajak, berbeda dengan di Indonesia yang baru sebatas pengurang pendapatan,” ujarnya.
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, MA., turut memaparkan potensi besar zakat dan wakaf di Indonesia. Ia menyebut bahwa potensi zakat bisa mencapai lebih dari Rp 300 triliun, sementara wakaf uang diperkirakan mencapai Rp 180 triliun.
Prof. Dr. Phil., Kamaruddin Amin, MA., menambahkan bahwa wakaf memiliki manfaat besar, baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Selain membantu pengentasan kemiskinan, dana wakaf yang dikelola secara produktif dapat menjadi pilar penting dalam pembangunan fasilitas kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur publik. Menurutnya, potensi wakaf uang di Indonesia yang mencapai Rp 180 triliun setiap tahun adalah sumber daya luar biasa yang, jika dioptimalkan, bisa menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat dan mendukung pencapaian pembangunan nasional.
Kamaruddin juga menyoroti aset tanah wakaf yang mencapai Rp 2.000 triliun namun sebagian masih belum diberdayakan secara maksimal. Ia berharap seluruh aset wakaf yang belum produktif dapat dimanfaatkan untuk usaha yang mendukung ekonomi lokal dan kesejahteraan masyarakat luas. “Wakaf bukan sekadar ibadah, tetapi juga solusi jangka panjang untuk kesejahteraan umat dan pembangunan bangsa,” tutupnya.