Umat Islam Indonesia patut bersyukur dengan suasana islami yang tercipta setiap Ramadhan. Masjid dipadati jamaah yang melaksanakan shalat tarawih dan menyimak ceramah ramadhan. Banyak masjid di perkotaan menggelar buka puasa gratis untuk musafir dan warga yang ingin menikmati kebersamaan dalam hari-hari Ramadhan.
Organisasi pemuda dan remaja masjid pertama di Jakarta, yaitu Youth Islamic Study Club (YISC) Al-Azhar di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru – Jakarta Selatan, setiap Ramadhan mengusung tema kegiatan yang berkesan, yakni “Cahaya Ramadhan Cahaya Masjid”. Menengok ke Bandung, di Masjid Salman ITB, masjid kampus pertama di Indonesia, dapat pula disaksikan agenda ramadhan yang semarak dengan nuansa khas masjid kampus. Syiar ramadhan bergema di masjid-masjid lainnya di seluruh wilayah tanah air yang mencerminkan kehidupan Islam di Indonesia.
Sepuluh hari terakhir Ramadhan kegiatan malam Iktikaf di berbagai masjid tidak hanya diikuti orang-orang tua, tetapi juga generasi muda. Syiar Ramadhan tidak terpisahkan dari syiar memakmurkan masjid. Ramadhan mendekatkan umat Islam dengan masjid sebagai pusat jantung kehidupan keagamaan.
Peran dan fungsi masjid dalam masyarakat Islam sebagai pusat ibadah dan pembinaan umat perlu dipelihara sepanjang zaman. Masjid merupakan “tempat integrasi dan reintegrasi umat”, kata almarhum Mohammad Natsir. Masjid satu-satunya tempat yang dapat mempertemukan umat Islam di bawah naungan akidah dan ikatan ukhuwah islamiyah sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Zaman terus berubah dan musim berganti. Di pusat-pusat kota dan kawasan pengembangan perkotaan terjadi perubahan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Kemajuan dan semarak kehidupan Islam di tanah air kita bukannya tanpa tantangan. Di satu sisi semarak syiar Islam yang mengesankan, namun di sisi lain pengaruh materialisme dari hari ke hari kian mendesak nilai-nilai keagamaan bangsa kita.
Pembatalan dan pengalihan tanah wakaf beberapa kali terjadi dalam masyarakat untuk kepentingan komersil. Di masa lalu tidak terbayangkan masjid yang merupakan harta wakaf diambil kembali oleh ahli waris untuk dijual karena tergiur harta tanah yang mahal. Uang bisa mengalahkan rasa takut manusia kepada Tuhan.
Sewaktu saya berbincang dengan Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia (BWI) Drs. H. Achmad Djunaedi, MBA, tanggal 24 Mei 2014 lalu, diungkapkan banyak masjid di DKI Jakarta dan Sekitarnya (Jabodetabek) belum memiliki sertifikat wakaf.
Menurut Achmad Djunaedi banyak masjid di daerah jalan protokol di Jakarta dan kompleks perumahan (real estate) di Jabodetabek belum memiliki sertifikat wakaf. Status tanah masjid kebanyakan adalah tanah negara dan fasilitas sosial milik pengembang (developer). Masjid negara (Masjid Istiqlal) ternyata juga tidak memiliki sertifikat wakaf. Sekian banyak masjid di atas tanah wakaf ternyata belum bersertifikat. Di samping itu, maraknya pembangunan super-block perumahan dan kawasan bisnis seluas ribuan hektar tidak boleh menghilangkan masjid dan mushalla yang telah berdiri sejak puluhan atau ratusan tahun di daerah itu. Jika tidak ada yang peduli, tidak mustahil Islam tidak kelihatan lagi di tempat itu karena tergusur oleh pembangunan. Ujar mantan pejabat Kementerian Agama itu.
Dalam kaitan ini patut kita dukung rencana BWI yang ingin mendata dan mensosialisasikan pentingnya sertifikasi tanah wakaf masjid. Setiap tanah negara dan lahan fasilitas sosial yang di atasnya berdiri masjid harus disertifikatkan. BWI telah meminta kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar menetapkan fatwa bahwa “tanah masjid harus wakaf”. Masjid di atas tanah wakaf yang belum bersertifikat sangat riskan di masa mendatang dan beberapa kasus telah terjadi di kota-kota besar.
Sudah saatnya masalah ini menjadi perhatian agar umat Islam tidak dirugikan ketika terjadi perubahan tata ruang, pembebasan tanah dan alih fungsi lahan untuk kepentingan komersial. Lahan fasilitas sosial di kompleks-kompleks perumahan yang telah dibangun masjid di atasnya seharusnya diurus alih-status menjadi tanah wakaf bersertifikat. Sertifikasi wakaf sangat diperlukan agar setiap masjid yang berdiri mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tidak mudah diganggu-gugat. Masjid yang memiliki sertifikat wakaf secara hukum terlindungi dari penggusuran dan alih fungsi lahan.
Semarak masjid di bulan suci Ramadhan diharapkan mendorong umat Islam lebih care dan peduli dengan rumah ibadahnya. Kepedulian dan kecintaan umat terhadap masjid tidak cukup hanya sebatas membangun, memperindah dan memakmurkannya, tetapi juga mengamankannya. Kita tidak menginginkan rumah ibadah umat Islam (masjid dan mushalla) lenyap dan tergusur disebabkan kita tidak peduli dengan sertifikasi tanah wakaf. Setiap jengkal tanah wakaf harus dilestarikan sebagai harta agama.
Dari tahun ke tahun pemerintah tidak memiliki cukup anggaran untuk program sertifikasi tanah wakaf. Saya kira umat Islam melalui para nazhir wakaf dan pihak terkait harus mengembangkan inisiatif sendiri untuk pensertifikatan aset-aset umat berupa tanah wakaf demi kepentingan agama dan generasi mendatang.
Kita selama ini “peduli” dengan rumah ibadah orang lain di sekitar kita, tapi kurang peduli untuk mengamankan rumah ibadah kita sendiri. Jika kendalanya hanya masalah dana, umat Islam melalui lembaga zakat dapat memanfaatkan sebagian zakat, infak dan sedekah untuk keperluan sertifikasi tanah wakaf yang di atasnya terdapat bangunan rumah-rumah ibadah sebagai bagian dari peruntukan zakat untuk fisabilillah. Tetapi jika terkait dengan kebijakan, sudah selayaknya pemerintah memberikan keberpihakan.
Wallahu a’lam bisshawab.
Oleh M. Fuad Nasar (Wakil Sekretaris Baznas)
Sumber: Media Indonesia Cetak, 14 Juli 2014