Penulis : Dr.Tatang Astarudin (Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia)

Pondok Pesantren adalah salah satu model lembaga pendidikan yang memiliki kekhasan tertentu dalam melakukan transmisi dan internalisasi nilai-nilai moral dan spiritualitas kepada para santri dan warga sekitar pesantren. Karena keunggulan tersebut, pondok pesantren sering disebut local genius dalam pendidikan nasional.

Pondok pesantren bukan lembaga pendidikan an sich. Sejarah perjalanannya banyak diwarnai dengan cerita epik perlawanan terhadap penjajah, pembelaan dan pemberdayaan wong cilik, cerita survival stories dalam menghadapi tantangan yang dihadapi, dan cerita kemandirian untuk tetap bertahan dan terus berkembang tanpa mengandalkan bantuan pihak lain.

Fondasi kemandirian pesantren antara lain bersumber dari nilai dan prinsip yang diyakini oleh kalangan pesantren. Prinsip pertama dari asta jiwa pesantren adalah ‘keikhlasan’ dan ‘kemandirian’. Fondasi lainnya adalah modal sosial dan modal kapital pesantren, kepemimpinan kyai, khidmah dan etos “bisnis” santri. Clifford Geertz—seorang antropolog Amerika, penulis “The Riligion of Java” yang kemudian memunculkan konsep “santri, priyayi, dan abangan”, berdasarkan penelitiannya pada tahun 1950-an, ia menyimpulkan bahwa para santri akan menjadi elit ekonomi Indonesia, etos bisnis santri melampaui kalangan manapun, tak terkecuali komunitas etnik yang rajin dalam berwirausaha. Tentu, pernyataan Geertz tersebut layak dikaji dan diuji hari ini.

Saat ini Indonesia mempunyai lebih dari 41. 220 pesantren, dengan jumlah santri mendekati angka 5 juta orang. Jumlah tersebut bukan perkara statistik saja, namun harus dibaca sebagai potensi dan kontribusi dalam ikhtiar mencerdaskan bangsa, termasuk kontribusinya di sektor ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, karena tidak sedikit episentrum aktivitas ekonomi di beberapa daerah berada di sekitar pesantren.

Memang, kondisi pesantren berbeda-beda, banyak yang sudah mapan dengan ribuan santri sehingga mampu melakukan “ekspansi” dengan membuka cabang di berbagai tempat, namun tidak sedikit yang masih tertatih-tatih, berharap kontribusi sporadis dan tidak menentu dari pihak eksternal, untuk sekedar memenuhi kebutuhan operasional dan standar minimal sarana dan prasarana pesantren.

Strategi Memperkuat kemandirian Pesantren

Ada beberapa strategi penting yang dapat ditempuh untuk memperkuat kemandirian dan keberlanjutan pesantren. Pertama, menjaga basis etik, nilai dan prinsip pesantren (ruh al-ma’had) khususnya keikhlasan dan kemandirian. Kiai-kiai kampung terdahulu mendirikan dan memandu proses pembelajaran di pesantren tanpa berharap imbalan. Mereka bekerja dalam ‘hening” penuh kesukarelaan tanpa pamrih. Dari kesukarelaan inilah mengalir keberkahan dan kekuatan yang membuat pesantren tangguh dan survive melewati berbagai rintangan dan tantangan zaman.

Kedua, merawat modal sosial. Sokongan warga adalah “nafas” pesantren. Untuk itu, pondok pesantren seyogyanya senantiasa sejalan-selaras dengan keinginan dan harapan masyarakat. Ikatan yang intim antara pesantren dan warga sekitar dapat menghasilkan jejaring sosial yang kokoh begitu rupa, sehingga pesantren bisa bertumbuh tanpa tercerabut dari akar sosialnya.

Ketiga, mengatur dan meningkatkan modal kapital dan modal operasional. Modal kapital pesantren adalah aset tetap yang dimiliki dan menjadi modal pendirian pesantren. Modal operasional adalah aset yang dibutuhkan untuk menopang kegiatan pesantren. Pondok pesantren yang tidak memiliki modal kapital yang bersifat tetap akan rentan “bubar” di tengah jalan. Pondok pesantren yang tidak memiliki kecukupan modal operasional akan sulit menjalankan roda kegiatannya.

Banyak pesantren berdiri di atas tanah wakaf. Tanah wakaf tersebut merupakan modal tetap yang harus dijaga. Untuk memastikan keberlanjutannya, pesantren harus mengelola dan mengembangkannya secara produktif dan visioner sesuai fungsi dan peruntukannya. Untuk memperkuat modal kapital, pesantren dapat menginisiasi gerakan wakaf uang dan gerakan wakaf melalui uang. Gerakan wakaf uang dilakukan untuk memperkuat “dana abadi” (endowment fund) pesantren dan untuk mengotimalkan aset tetap pesantren. Gerakan wakaf melalui uang dapat dilakukan untuk melengkapi kebutuhan sarana dan prasarana pesantren.

Pondok pesantren mempunyai potensi filantropi yang besar, tidak hanya dari santri dan para alumni-nya, namun juga dari warga yang mempunyai kedekatan emosional dengan pesantren. Tidak hanya itu, peluang-peluang ekonomi dalam ekosistem pesantren juga cukup menjanjikan, mulai dari keperluan penyediaan pangan, pakaian, pembelajaran, kesehatan, jasa keuangan, sampai jasa travel. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pesantren harus melakukan transformasi dari entitas social ecosystem menjadi dan melengkapi dirinya dengan business ecosystem tanpa kehilangan spirit dan tercerabut dari basis etis-nya. Jika pesantren mampu melakukannya, ia tidak hanya berperan sebagai pusat pendidikan, lebih dari itu, akan berperan sebagai lokomotif peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, memperkuat jejaring kerja dan kesadaran ekosistem pesantren. Besarnya jumlah pesantren dan santri adalah “real aset” yang harus menjelma menjadi “real power”. Cita-cita tentang “Dana Abadi Pesantren” bukanlah mimpi di siang bolong, jika komunitas pesantren, mulai dari kyai, santri, alumni, bersatu dalam suatu aksi: “Gerakan Wakaf Uang”. Bayangkan, bila setiap pesantren yang saat ini berjumlah 41. 220, setiap bulan menyisihkan uang untuk wakaf, satu juta rupiah saja misalnya, maka akan terkumpul dana abadi sebesar 41, 22 miliyar rupiah, setiap bulan. Bayangkan, jika 1 juta dari 5 juta santri, berwakaf dengan nominal yang sama, akan terkumpul dana abadi sebesar 2.5 triliun rupiah. Belum dari alumni.

Jumlah yang luar biasa! Namun, bukan semata-mata soal angka, tapi gambaran “posisi tawar” sekaligus penopang kemandirian dan marwah pesantren. Untuk mewujudkannya diperlukan perubahan paradigma dan strategi integral untuk menggugah kesadaran dan kerja kolektif komunitas pesantren. Sesuatu yang tidak mudah, namun bukan hal yang mustahil.
Insya Allah

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts