JAKARTA, BWI.or.id–Untuk pertama kalinya, Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) masa jabatan tahun 2017-2020 bertemu secara resmi dengan Menteri Agama. Mohammad Nuh bersama jajaran anggota BWI bertandang ke Lapangan Banteng, Kamis (15/3/2018) siang. Bersama Direktur Jenderal Bimas Islam Muhammadiyah Amin dan Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Fuad Nasar, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima rombongan BWI di lantai 2 Gedung Kementerian Agama (Kemenag) Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Menteri Lukman bersama Nuh dan Muhammadiyah Amin memasuki ruangan pertemuan setelah rombongan dari BWI berada di dalam ruangan. Dengan senyum mengembang, Lukman kemudian menyalami satu per satu anggota BWI yang sudah hadir lebih dulu.
“Saya berterima kasih atas kunjungan BWI,” kata Lukman membuka pertemuan. Ia kemudian mengapresiasi BWI yang telah melakukan beberapa hal signifikan untuk memajukan perwakafan nasional. Menurutnya, BWI sudah mendukung visi dan misi Kementerian Agama di bidang wakaf. Namun, kata Lukman, masih banyak yang bisa dikembangkan oleh Kemenag maupun BWI untuk lebih memajukan wakaf.
Mohammad Nuh dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas kerja sama antara BWI dan Kemenag yang telah terjalin selama ini. Ia ingin kerja sama ini bisa lebih baik lagi.
Kepada Lukman, ia sampaikan bahwa semua orang sudah tahu bahwa potensi wakaf Indonesia sangat besar. Namun, “BWI tidak ingin kita terus membicarakan itu,” kata Nuh. Menurutnya, potensi itu harus diwujudkan menjadi kekuatan riil oleh BWI, Kemenag, dan para nazhir.
Nuh menjelaskan bahwa BWI akan bekerja untuk mewujudkan potensi wakaf menjadi kekuatan riil, mempertahankan dan melindungi aset wakaf, menambah aset wakaf, dan membuat diversifikasi aset wakaf. Maka salah satu program utama BWI adalah memperkuat kapasitas nazhir. “Karena merekalah yang secara langsung bertugas mengelola aset wakaf,” kata Nuh.
Sinergi Kedua Otoritas
Dalam pertemuan itu, Nuh juga menyampaikan gagasan BWI untuk memperluas dan memperdalam cakupan sosialisasi wakaf. Menurutnya, perlu dibentuk komunitas wakaf dan wakaf dimasukkan dalam kurikulum pendidikan sejak tingkat dasar. “Agar anak-anak sejak kecil sudah tahu indahnya wakaf,” kata Nuh. Ia berharap wakaf menjadi kultur sekolah dan memperkuat wakaf yang sudah ada di sekolah karena biasanya sekolah swasta dibangun di atas tanah wakaf.
Nuh juga ingin mengadakan kegiatan wakaf yang besar pada bulan Ramadhan tahun ini. “Kalau bisa, dikerjasamakan dengan Direktorat Jenderal Bimas Islam,” kata Nuh.
Selain itu, muncul gagasan untuk membagi tugas dan wewenang kedua lembaga lebih jelas. “Salah satu contohnya, dalam undang-undang wakaf, baik Kemenag maupun BWI sama-sama membina nazhir,” kata Wakil Sekretaris BWI Fahruroji. Karena itu, kedua otoritas perlu menyepakati pembagian wewenang ini agar kerja kedua lembaga untuk memajukan wakaf lebih efektif, kata Fahruroji.
Terkait dengan hal ini, Ketua BWI menyatakan bahwa BWI dan Kemenag mempunyai tujuan yang sama di bidang wakaf. “Maka jangan sampai ada tugas yang tidak terbagi habis,” kata Nuh.
Muncul pula wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pasalnya, kata Anggota BWI Susono Yusuf, Beberapa substansinya sudah kurang relevan dengan perkembangan perwakafan saat ini. “Karena undang-undang wakaf dulunya usulan pemerintah, maka lebih baik jika revisi pun usulan Pemerintah,” kata Nuh, menambahkan.
Gayung bersambut. Menteri Lukman mempersilakan BWI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam untuk memasukkan wakaf ke dalam kurikulum pendidikan madrasah.
Terkait dengan pembagian kewenangan dan revisi undang-undang, ia menilai perlu diadakan pertemuan khusus BWI dan Kemenag dengan menghadirkan para ulama, pakar, akademisi, dan praktisi. Ia pun meminta Direktur Pemberdayaan Wakaf dan Zakat untuk memfasilitasi kegiatan ini. Kepada BWI, ia pun memintanya mempersiapkan daftar permasalahan yang perlu dibahas.
Kemenag, kata Lukman, “Sangat mendukung BWI menjadi lebih besar,” dan wakaf menjadi lebih maju.[]
Penulis: Nurkaib