Tegal (13/6/08) | Tegal Barat saat ini sedang melakukan perluasan kota terkait pembangunan. Banyak hal yang semestinya diperbaharui, termasuk pindahnya lokasi Kecamatan Tegal Barat dari jalan Hangtuah ke Jalan Asem Tiga. Dalam penataan kota itu, ada satu persoalan yang mungkin dianggap sepele oleh masyarakat terutama umat Islam, yaitu keberadaan tanah wakaf sebagai aset besar umat Islam. Secara tidak sadar tanah wakaf yang kurang mendapat sorotan warga bisa menjadi masalah yang cukup serius.
Misalnya jika nantinya keberadaan tanah wakaf tidak juga mendapat perhatian serius seperti tanah makam, maka suatu saat nanti bisa saja ada pihak yang tidak bertanggung jawab merebut untuk kemudian dibuat bangunan. Mengingat tidak adanya sertifikasi tanah wakaf sebagai satu bukti sebagai aset umat Islam.
Muhidin salah satu P3N Muarareja mengatakan, bahwa di RT 1/RW 3 Kelurahan Muarareja, Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, terdapat makam Mbah Jati. Namun keberadaan tanah tersebut belum diketahui pemiliknya. "Sejak kecil saja makam ini telah ada. Saya juga tidak tahu milik siapa. Ada juga makam Mbah Soleman, selain itu ada satu lagi makam yang belum diketahui kami," tuturnya seperti dilansir Radar Tegal, (22/2).
Ada pula makam Darkini. Walaupun lokasi tersebut bukan milik Darkini, namun karena ada dekat rumah Darkini, masyarakat sekitar menyebut sebagai makam Darkini. Makam-makam tersebut merupakan beberapa contoh makam belum bersertifikat yang ada di Muarareja.
Masih banyak lagi tanah wakaf yang terdapat di Tegal Barat dengan kapasitas cukup besar. Misalnya masjid, mushola, maupun tempat pendidikan. Dikhawatirkan tanah wakaf yang belum bersertifikasi tersebut ditempati dan dibangun tempat usaha atau hunian oleh orang. "Padahal kami selalu mengingatkan agar secepatnya tanah wakaf tersebut disertifikasi," ujar Mudlofir Muin, salah satu staff KUA.
Muhidin sebagai orang yang diberikan amanat pun sering kali mendapat tugas untuk mengurus tanah wakaf itu, namun karena keterbatasan pengetahuan akhirnya terlantar. "Katanya kalau mau mengurus dan mau menelusuri tanah wakaf disuruh ke KUA saja," katanya.
Proses pembuatan tanah wakaf, lanjut Muhidin yang diiyakan Mudlofir, cukup mudah. Persoalannya terletak pada tanda tangan sesepuh, ketua RW dan RT bersama kesepakatan warga untuk menyatakan tanah wakaf tersebut yang dikuatkan dengan tanda tangan. Kalau itu sudah, maka tanah tersebut akan secepatnya diproses oleh pihak kecamatan dan Badan Pertanahan Nasional. "Kita dan KUA sudah seringkali memberikan peringatan tentang keberadaan tanah di masa mendatang. Namun mereka hanya tidak mau pikir pusing, padahal itu dibutuhkan. Saya juga bingung bagaimana mengurus tanah yang tidak diketahui pemiliknya, terlebih tidak ada sertifikasi. Karena dari kakek saya pun bilang sudah ada." ujarnya.
Di lain kesempatan, Kasi Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kandepag, Abdul Gofir, menyatakan pengelolaan dan pemberdayaan wakaf di Indonesia belum berada pada posisi yang diharapkan. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya pemahaman paradigma perwakafan di kalangan masyarakat. "Kalau ada kesulitan saat membuat sertifikasi tanah wakaf, saya siap membantu." tururnya. (rdrtgl)