Riau (14/7/08) | Puluhan wali murid melakukan pemblokiran pagar Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 12 di Jalan Garuda Sakti, Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, Riau. Aksi ini mereka lakukan sebagai bentuk protes karena anak mereka tidak diterima di sekolah tersebut. Amir Hamzah yang mewakili orang tua calon siswa baru dan tinggal di lingkungan sekolah itu kepada wartawan memberikan penjelasan bahwa anak mereka seharusnya diterima di sekolah ini, karena tanah di mana bangunan sekolah itu berdiri adalah berasal dari wakaf pemuka masyarakat di sekitar tersebut. Tujuannya adalah agar anak-anak di lingkungan sekolah ini bisa mendapatkan pendidikan.
"Namun kenyataan berbicara lain, setelah diumumkan penerimaan siswa baru, anak yang berasal dari daerah sekitar sekolah ini hanya diterima tiga orang. Sedangkan yang anak-anak di sekitar sini yang menginginkan bersekolah di SMAN 12 mencapai 60 orang," ungkapnya seperti dilansir Riau Pos, (10/7).
Saat aksi masih berlangsung (9/7), Camat Tampan, Adi Suaska mencoba mengambil sikap atas peristiwa ini. Dia mencoba mendatangi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Pekanbaru sekaligus membawa Kepala Dinas Dikpora Syahril Manaf ke sekolah tersebut.
Awalnya, pukul 10.00 WIB di ruang kepala sekolah dilakukan pertemuan tertutup antara Kepala Sekolah, Camat, Kapolsek Tampan dan perwakilan orangtua calon siswa di ruang kepala sekolah. Pertemuan itu baru usai pukul 10.30 WIB. Selanjutnya hasil pertemuan itu dibawa ke ruangan aula SMAN 12 Pekanbaru untuk disampaikan kepada warga.
Pertemuan dilanjutkan di ruangan aula dan dihadiri oleh Amir Hamzah yang juga mantan RT di wilayah tersebut, tujuh Ketua RW di lingkungan sekolah tersebut, Kepala Tata Usaha (KTU) Disdikpora Saadunir, Kepala Seksi Dinas (Kasibdis) Pengajaran dan Pendidikan Disdikpora Addauri serta Kapolsek Tampan, Wiyono Eko P.
Dalam pertemuan itu, Disdikpora memberikan toleransi dari enam ruang kelas yang seharusnya diterima untuk 36 orang masing-masing kelas ditambah empat orang dan menjadi 24 orang. 24 orang yang diterima ini kriterianya meliputi pertama, orang yang berjasa terhadap sekolah dalam hal ini yang menghibahkan tanah untuk sekolah, kedua masyarakat tempatan, ketiga nilai tetap dirangking.
Kemudian Kadisdikpora Syahril Manaf mengatakan, sebenarnya ini telah menyalahi aturan Pemerintah Kota (Pemko) Nomor 9/2008 tentang persyaratan penerimaan siswa baru. Seharusnya tiap-tiap lokal hanya diterima 36 orang karena sekolah ini akan dijadikan sebagai sekolah binaan khusus.
‘’Tetapi demi permintaan masyarakat, biarlah kami mengalah dari sekolah binaan, karena tuntunan masyarakat setempat menginginkan anaknya diterima. Hanya itulah yang bisa kami bantu dan akan saya pertanggungjawabkan,’’ ucapnya.
Tokoh masyarakat yang mewakili dalam pertemuan itu mencoba meminta tambahan siswa untuk diterima. Tetapi Syahril Manaf menyebutkan hanya itu yang bisa diberikan toleransi. ‘’Saya akan berhadapan dengan DPRD karena merubah kebijakan. Kebijakan ini dibuat bukan sekehendak kami saja,’’ urainya.
Untuk menyeleksi dari 57 calon siswa yang akan diterima menjadi 24 orang, Kapolsek Tampan menyarankan supaya membentuk tim yang meliputi unsur RT, RW dan kepala sekolah untuk menyeleksi. ‘’RT dan RW ini diharapkan menentukan mana siswa tempatan yang tinggal cukup lama di sekitar sekolah itu, sedangkan kepala sekolah yang menentukan rangking,’’ tuturnya.
Atas toleransi yang diberikan Disdikpora ini, kepada pemuka masyarakat, RT, RW setempat diminta membuat pernyataan supaya bisa dipertanggungjawabkan oleh Disdikpora. Batas waktu penyeleksian 57 calon siswa itu diberikan sebelum tanggal 12 Juni 2008, dikarenakan siswa baru telah mulai bersekolah secara aktif. [rp]