Jakarta – Menteri Agama, Suryadharma Ali, mengharapkan segera ditempuh langkah-langkah nyata untuk menggali potensi wakaf uang di Indonesia yang sangat besar. Dengan begitu, wakaf uang nantinya bisa menjadi gerakan alternatif dalam rangka pemberdayaan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan umat. Menurut Menag, setidaknya ada tiga upaya yang dapat dilakukan. Pertama, memetakan potensi umat, terutama untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada. Langkah itu bisa dilakukan oleh ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan al Irsyad.
”Ormas Islam harus memiliki kemampuan untuk memetakan jumlah dan potensi jamaahnya,” tegas Menag, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Dirjen Bimas Islam, Nasaruddin Umar, pada Seminar Nasional Peran Pemerintah dalam Memberdayakan Wakaf Uang untuk Menyejahterakan Rakyat, di Jakarta, Selasa (16/2).
Kedua, sambung Menag, perlunya pendekatan yang tepat untuk meyakinkan umat agar memiliki kesadaran dalam berwakaf uang. ”Ketiga, mereka yang diberi kepercayaan untuk mengelola wakaf uang, harus menunjukkan kinerja yang profesional dan amanah,” ungkap Menag.
Di luar itu, sangat penting untuk membangun jaringan kelembagaan yang kuat, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Jaringan kelembagaan ini, ujar Menag, adalah sebagai upaya penguatan akses bagi terlaksananya pengumpulan dan pengelolaan wakaf uang.
Terkait potensi wakaf uang saat ini, Menag melihatnya berdasarkan jumlah penduduk Muslim yang mayoritas. Asumsinya, jika minimal lima persen dari jumlah umat Muslim yang sekitar 190 juta jiwa rata-rata berwakaf Rp 100 ribu per bulan, akan terkumpul dana segar Rp 900 miliar per bulan atau Rp 10,8 triliun per tahun.
”Ini tentu jumlah dana wakaf yang tidak sedikit untuk menggerakkan ekonomi umat dan bangsa,” tandas Menag. Akan tetapi, diingatkan bahwa hitungan angka itu hanya akan menjadi angan-angan jika tidak secepatnya ditempuh langkah nyata untuk mewujudkannya.
Sementara itu, Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI), KH Tholhah Hasan, menjelaskan, harta yang diwakafkan oleh masyarakat akan dikelola secara produktif. ”Hasilnya disalurkan untuk peningkatan kesejahteraan dan penguatan ekonomi bangsa,” katanya.
Dia menilai, upaya itu sejalan dengan cita-cita Gerakan Nasional Wakaf Uang yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Januari lalu. ”Wakaf juga merupakan bentuk sedekah jariyah, yang bermanfaat di dunia sekaligus bekal di akhirat kelak,” Tholhah menegaskan.
Lebih jauh Tholhah menegaskan, BWI telah bekerja sama dengan lima bank syariah sebagai penerima wakaf uang, antara lain Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank Mega Syariah, dan Bank DKI Syariah. Masyarakat yang ingin menunaikan wakaf uang, dapat berhubungan dengan salah satu bank tersebut.
Di samping itu, BWI juga telah meresmikan Kantor Perwakilan Jawa Timur untuk memaksimalkan potensi wakaf di daerah. ”Dalam waktu dekat, rencananya akan dibentuk perwakilan BWI di DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Riau, Medan, Jawa Barat, dan Jawa Tengah,” ujarnya.
Wakaf uang, dalam kajian perwakafan, termasuk jenis wakaf berupa harta benda bergerak. Wakaf jenis ini terbilang baru karena sebelumnya wakaf di Indonesia hanya berupa tanah dan bangunan. Salah satu hal penting yang harus diketahui adalah mekanisme penerimaan wakaf uang.
Wakaf uang tak dapat langsung disalurkan kepada nazhir, tapi harus lewat Lembaga Keuangan Syariah-Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) sesuai Peraturan Menag Nomor 4 Tahun 2009.
Saat ini, LKS-PWU yang sudah siap adalah lima bank syariah tadi. LKS-PWU juga bertindak sebagai pihak yang menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU). ”Setiap orang yang berwakaf uang di bank syariah, akan mendapat sertifikat wakaf uang,” kata Tholhah. (rahmat santosa/republika)