Jakarta – Wakaf selama ini diketahui sebagai investasi sosial yang dapat dimanfaatkan untuk selamanya. Namun, dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf, wakaf dapat pula dilakukan secara berjangka dalam waktu tertentu. Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Mustafa Edwin Nasution, mengatakan, dalam peraturan yang ada, wakaf berjangka memang dapat dilakukan. “Umumnya, saat ini, wakaf yang ada tidak berjangka. Wakaf uang di bank syariah juga bisa dilakukan berjangka, tetapi untuk wakaf uang ini juga perlu ada penjaminan,” kata Mustafa kepada Republika.

Ia menuturkan, penjaminan diperlukan untuk meminimalisasi risiko jika suatu hal terjadi di bank syariah karena pokok wakaf tidak boleh berkurang. Dalam Pasal 27 PP No 42, disebutkan bahwa pada saat jangka waktu wakaf berakhir, nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif.
 
Mustafa menuturkan, wakaf berjangka juga memungkinkan untuk penempatan dana haji calon jamaah yang telah mendapat porsi haji melalui bank syariah. Sedangkan, pengamat wakaf, Uswatun Hasanah, mengatakan, hal ini perlu pengkajian lebih dalam.

“Harus dikaji modelnya seperti apa, sesuai tidak dengan hukum wakaf. Andai sudah dikaji dan hasilnya bisa, harus ada ikrar dari wakif dan hasil peruntukkan wakaf. Selain itu, juga perlu koordinasi dengan Kementerian Agama karena mereka yang menentukan keberangkatan haji. Jangan sampai calon haji ini dibilang berangkat dalam waktu empat tahun, ternyata tiba-tiba dimajukan jadwalnya,” kata Uswatun, Rabu (2/6).

Pentingnya penjamin

Untuk sementara, wakaf uang hanya bisa ditanamkan di produk perbankan syariah yang memiliki penjamin. “Saat ini, BWI membahas penjaminan risiko, jaga-jaga jika bank kolaps. Salah satu yang kita mulai bahas adalah membuat sistem, seperti pengumpulan dana wakaf produktif dan dari sejumlah hasil yang diperoleh dari wakaf produktif. Dananya untuk penjaminan risiko,” ujar Mustafa.

Uswatun pun mengingatkan pentingnya penjamin. “Kalau jumlah wakaf uang kecil bisa pakai lembaga penjamin simpanan. Namun, kalau jumlahnya banyak harus diasuransikan di asuransi syariah dan ini perlu peran aktif perbankan syariah dan lembaga lainnya,” kata Uswatun.

Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk lembaga keuangan syariah atau instrumen keuangan syariah. “Wakaf merupakan amanah. Jadi, pengelolaannya harus hati-hati dan disalurkan kepada investasi yang aman, tetapi produktif juga, seperti pembangunan infrastruktur untuk rumah sakit dan apartemen. Kalau ke pembiayaan perdagangan, agak riskan. Pejabat bank syariah juga harus paham wakaf. Jadi, dana wakaf tidak akan hilang,” kata Uswatun. (gie/republika)

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

satu Respon

  1. Wakaf uang hanya boleh dilakukan oleh instrumen perbankan untuk menjamin harta wakaf tidak hilang. Bagaimana halnya jika penjaminnya dialihkan menjadi surat/sertifikat bangunan/infrastruktur yang dibangun?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *