Jakarta – Potensi wakaf di Indonesia cukup besar, namun pemanfaatannya masih terbilang belum optimal. Dalam pengelolaannya, wakaf pun ternyata bisa menjadi produktif ekonomis. Salah satu cara memaksimalkan potensi tersebut adalah dengan mengembangkannya melalui sukuk. Menurut pengamat ekonomi syariah, Muhammad Shodiq, jika aset wakaf dikembangkan menjadi underlying asset bagi penerbitan sukuk maka hal tersebut akan memiliki multiplier effect bagi keuangan syariah.
“Potensi wakaf sangat besar, namun ada beberapa asset yang idle. Jika aset wakaf bisa menjadi underlying asset sukuk, maka dari sana bisa menghasilkan dana yang bisa digunakan untuk investasi ke sektor mikrosyariah, misalnya. Dengan demikian hal ini akan memiliki multiplier effect bagi perkembangan keuangan syariah Indonesia,” kata Shodiq.
Shodiq menambahkan, di tengah krisis keuangan global beberapa waktu lalu, lembaga keuangan mikrosyariah seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sangat menjanjikan karena memiliki return on equity (ROE) hingga 32 persen. “Jika dana dari sukuk diinvestasikan di sana maka return-nya akan tinggi. Keuangan mikro juga berdampak besar untuk memberdayakan perekonomian masyarakat miskin,” kata Shodiq.
Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Mustafa Edwin Nasution mengatakan pihaknya perlu mengkaji terlebih dulu mengenai kemungkinan sukuk wakaf. “Kita belum melakukan kajian mengenai hal itu apakah secara fikih dimungkinkan atau tidak, apakah harta benda wakaf mungkin untuk menjadi underlying asset. Ini masih perlu dikaji,” kata Mustafa.
Sedangkan mengenai setoran wakaf melalui bank syariah, kata Mustafa, berarti mendorong industri keuangan syariah. Pasalnya, lembaga keuangan syariah akan memperoleh dana untuk dikelola. “Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi dan dengan ditaruhnya dana wakaf di bank syariah dan bisa diolah, maka akan turut memperbesar pangsa perbankan syariah,” ujar Mustafa.
Saat ini wakaf uang yang terkumpul melalui bank syariah sekitar Rp 1,4 miliar. Ada lima bank penerima setoran wakaf yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, BNI Syariah, unit usaha syariah (UUS) Bank DKI. Sementara dua bank lainnya sedang dalam proses menjadi bank penerima setoran wakaf, yakni Bank Syariah Bukopin dan UUS BTN.
Direktur Retail Banking Bank Mega Syariah (BMS), Ani Murdiati, mengatakan dalam menawarkan wakaf uang kepada nasabah tentu agak berbeda dengan penawaran produk bank syariah umumnya. “Untuk menawarkan wakaf uang di bank syariah tentu beda dengan menawarkan produk bank syariah lainnya, kecuali mungkin dapat dibentuk seperti paket wakaf kepada nasabah, di mana ada investasi tertentu untuk penempatan wakaf,” kata Ani, beberapa waktu lalu.
Wakaf tanah
Mustafa menuturkan, potensi wakaf di Indonesia sendiri cukup besar. Dalam situs BWI berdasar data yang dihimpun Kementerian Agama RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2,68 miliar meter persegi atau 268 ribu yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia.
Mustafa menjelaskan saat ini BWI sedang memproses izin tanah wakaf di Tanah Abang untuk dijadikan pertokoan. Sebelumnya BWI juga telah membangun rumah sakit ibu dan anak di Serang. Mustafa menuturkan tak jauh dari lokasi tersebut akan dikembangkan pula rumah susun bekerjasama dengan Kementerian Perumahan Rakyat dan pusat bisnis.
Managing Director Waqf Fund Management (WFM), Guntur S Mahardika, mengatakan pengembangan wakaf saat ini memang diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Kini pihaknya pun sedang menjajaki kerja sama dengan UUS BTN untuk pengembangan aset wakaf lahan.
“Wakaf tanah itu nantinya ingin dibuat rumah susun bagi warga miskin. Selain itu, dari wakaf uang kita juga ingin memberi fasilitas KPR wakaf kepada masyarakat kurang mampu dengan margin rendah sehingga bisa terjangkau,” kata Guntur. (gie/republika)