Penulis: H. Hendri Tanjung, Ph.D
Menarik sekali postingan salah seorang anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Wa Group BWI tentang seorang ibu yang mengajak dua anaknya mewakafkan uang THR nya untuk korban covid-19 dengan ikut program KALISA. KALISA adalah singkatan dari program WaKAf PeduLI IndoneSiA.
Kalisa adalah wakaf uang yang sifatnya bisa sementara atau selamanya. Kalau sementara, nominal minimal adalah satu juta rupiah, dengan jangka waktu minimal satu tahun. Kalau selamanya, nominal wakaf adalah 50 ribu rupiah, dengan maksimal tidak terbatas. Uang tersebut akan diinvestasikan, dan hasilnya akan digunakan untuk membantu korban covid-19, antara lain: membantu ekonomi korban covid, membantu ekonomi da’i dan muballigh, penyediaan APD Paramedik, dan penyediaan Ventilator. Kalisa ini diluncurkan oleh Badan Wakaf Indonesia sebagai respon terhadap kebutuhan korban-korban covid-19.
Baca Juga: Cara Mudah Donasi Wakaf Peduli Indonesia
Setelah membaca postingan, penulis menanyakan anak ke-3 dan ke-4 penulis yang berusia 12 dan 10 tahun. Namanya Azam dan Ahmad. Kepada Azam penulis bertanya, ‘Zam, mau berwakaf nggak dari THR azam tahun ini?’. ‘Wakaf apa?’ Azam balik bertanya. ‘Wakaf untuk membantu korban covid-19, namanya Kalisa. Kan Azam ada THR 200 ribu rupiah. Mau wakaf seratus ribu nggak?’ Dengan cepat azam menjawab ‘Boleh’.
Lalu penulis beralih ke adiknya, Ahmad. ‘Ahmad mau berwakaf nggak?’ Ahmad hanya menggeleng. ‘Kenapa Mad?’. ‘Uang Ahmad sedikit soalnya, Cuma 140 ribu’. ‘O….begitu!. kalau uang Ahmad sedikit, wakafnya nggak usah 100 ribu, tapi 50 ribu saja, bagaimana?’ Penulis menyakinkan Ahmad. Ahmadpun mengangguk, sambil mengatakan ‘Iya’.
Baca Juga: Lebaran Bersama Wakaf Peduli Indonesia
Inilah contoh sikap anak-anak ketika diajak berwakaf. Ada anak yang langsung merespon cepat, namun ada yang juga yang tidak. Tetapi, bagi yang tidak merespon cepat seperti Ahmad, maka harus diyakinkan dengan cara yang berbeda. Ahmad merasa kalau uangnya diwakafkan 100 ribu, sisanya tinggal 40 ribu, sementara kakaknya Azam sisanya 100 ribu. Dia merasa tidak seimbang posisinya. Lalu penulis mencoba membuatnya seimbang, dengan menawarkan Ahmad berwakaf 50 ribu rupiah saja, agar sisanya 90 ribu, hampir sama dengan sia uang Azam 100 ribu. Dengan tawaran seperti ini, Ahmad pun setuju untuk berwakaf.
Potensi KALISA Anak-Anak.
Penulis membayangkan apabila kelas menengah di Indonesia, anak-anaknya pada berwakaf uang 50 ribu saja, maka alangkah banyaknya uang yang terkumpul sebagai wakaf uang ini.
Berdasarkan data yang bersumber dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2018, jumlah penduduk Indonesia dengan kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 11.732.100 jiwa. Kelompok ini adalah anak-anak yang sudah bisa diajak berpikir wakaf. Jika penduduk miskin sebanyak 9,82 persen, maka anak-anak dengan umur 10-14 tahun yang tidak miskin berjumlah 10.580.000 jiwa. Dengan simulasi sederhana diperoleh potensi wakaf uang sebagaimana yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Simulasi potensi wakaf uang anak-anak dari THR
Simulasi | Wakaf uang selamanya (Rp) | Jlh anak-anak tidak miskin (jiwa) | Terkumpul pasca lebaran (Rp) |
1 | 50.000 | 10.580.000 | 529 M |
2 | 100.000 | 10.580.000 | 1058 M |
3 | 150.000 | 10.580.000 | 1587 M |
Dari Tabel 1, diketahui bahwa potensi wakaf uang selamanya dari anak-anak dengan nominal @ Rp 50.000,- sebesar 529 Milyar rupiah. Jika nominalnya ditingkatkan menjadi 100 ribu, maka terkumpul lebih satu trilyun rupiah. Jika nominalnya ditingkatkan lagi, maka akan tercapai lebih dari satu setengah trilyun rupiah. Karena minimal wakaf uang selamanya adalah Rp. 50.000,- maka wakaf uang selamanya yang dapat dikumpulkan dari anak-anak Indonesia minimal Rp 529 Milyar.
Baca Juga: Apa Itu Wakaf Peduli Indonesia (KALISA)?
Jika uang ini juga digunakan untuk investasi deposito di perbankan syariah saja, maka bagi hasil yang diperoleh pertahun sebesar ekuivalen 4,5 persen. Dengan minimal 529 M, maka diperoleh bagi hasil minimal 23,8 Milyar. Bagaimana jika uang 23,8 milyar ini diberikan kepada orangtua anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) yang miskin, yang tidak bisa berusaha karena covid (korban ekonomi covid)?
Mengapa anak-anak ABK?
Allah begitu memperhatikan anak-anak ABK ini, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 5 yang artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada (sufaha’) orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”.
Kata as-sufaha’ pada ayat diatas, dalam Bahasa Arab maknanya lebih dari sekedar ‘orang-orang yang belum sempurna akalnya’, sebab mengesankan hanya untuk anak kecil. Kata Sufaha’ mencakup semua mereka yang akalnya belum sempurna, kacau akal pikirannya, dan betindak secara tidak wajar menurut ukuran akal sehat (Ibn Asyur, Muhmmad At Tahir, At-Tahrir wat Tanwir, Ad Dar At Tunisiyyah lin Nasyr, 4/234).
Cacat atau kekurangan fisik seseorang tidak boleh mengurangi rasa hormat kita kepadanya. Rasulullah SAW pernah ditegur oleh Allah hanya karena tidak memperhatikan seorang buta dari kalangan sahabatnya yang datang untuk menanyakan sesuatu, padahal Rasul bersikap seperti itu karena sedang menghadapi para tokoh kafir mekkah yang sangat diharapkan keislaman mereka. Lihat surat Abasa, ayat 1-10.
Menurut data BPS tahun 2017, jumlah anak ABK di Indonesia sebanyak 1,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, baru 25 persen yang bersekolah (414 ribu jiwa). Dari 414 ribu anak yang bersekolah, ada 115 ribu anak yang sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB), dan 299 ribu lagi sekolah di sekolah reguler yang menyediakan pendidikan inklusi.