Wakaf Lingkungan Redam Pemanasan Global

Oleh Moch Arif Budiman, Dosen Politeknik Universitas Lambung Mangkurat, Kalsel, sedang belajar di International Islamic University Malaysia.

 

 

 

Negara-negara maju umumnya sudah melangkah cukup jauh dalam implementasi pembangunan berkelanjutan. Anggapan yang menyatakan kerusakan lingkungan merupakan harga yang harus dibayar atas kemajuan ekonomi sudah lama ditinggalkan. Mereka juga menentang argumen bahwa polusi merupakan buah dari proses pembangunan. Pembangunan dan pelestarian lingkungan semestinya berjalan beriringan, bukan saling menafikan.
 
Sebagai contoh, Jerman merupakan negara yang menjalankan kebijakan memadukan pembangunan dan pelestarian lingkungan dengan cara, memasukan kebijakan tentang pelestarian alam ke dalam Undang-Undang Dasar dan menjadikannya sebagai tujuan pembangunan nasional Jerman.
 
Cara lain adalah berupaya keras mengurangi emisi gas rumah-kaca dan mendukung pemanfaatan energi terbarukan dan efisiensi energi.
 
Di Italia baru-baru ini melarang penggunaan kantong plastik di pertokoan dan supermarket dan mewajibkan pemakaian tas kertas dan kain sebagai penggantinya. Hal ini karena plastik merupakan polutan paling jahat sebab selain membutuhkan banyak bahan bakar untuk memproduksinya, kantong plastik juga sangat sulit terurai saat sudah menjadi sampah.
 
Sementara itu, di negara-negara berkembang kesadaran dan komitmen  terhadap kelestarian lingkungan masih jauh dari menggembirakan. Kemajuan pembangunan umumnya harus ‘dibayar’ dengan penurunan kualitas lingkungan. Polusi, kemacetan, urbanisasi dan kemiskinan merupakan di antara problem krusial perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang berdampak langsung terhadap kelestarian lingkungan.
 
Indonesia memiliki 120,35 juta hektare kawasan hutan yang merupakan paru-paru bumi. Keberadaan hutan tersebut tidak hanya penting untuk bangsa Indonesia, tetapi juga bagi seluruh dunia. Namun, deforestasi (perusakan hutan) yang amat dahsyat telah menghancurkan 59,6 juta hektare kawasan hutan kita.
 
Bahkan pada 2008, Indonesia dianugerahi Certificate Guinnes World Records sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Berdasarkan data PBB, pada 2000-2005, rata-rata 51 km2 perhari –setara dengan luas 300 lapangan bola– hutan Indonesia hilang (rusak). Penyebab utama deforestasi di Indonesia adalah kegiatan industri (legal dan illegal), pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan, dan akibat kebakaran hutan.

Upaya menjaga kelestarian alam termasuk tujuan diturunkannya Islam (maqashid syariah). Dalam konteks pembangunan berkelanjutan Islam memiliki instrumen wakaf yang menuntut pengelolaan berdasarkan prinsip kelanggengan. Artinya setiap harta wakaf harus tetap utuh dan terhindar dari kerusakan sehingga senantiasa mengalirkan pahala (jariah) bagi pihak berwakaf.
 
Selama ini wakaf lebih banyak didayagunakan untuk pengembangan kegiatan keagamaan, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sementara untuk pelestarian lingkungan, wakaf masih sangat jarang dilakukan. Sejumlah lembaga wakaf di tanah air sebenarnya sudah merintis program wakaf untuk lingkungan, seperti wakaf pohon dan wakaf  sumur air bersih, namun upaya seperti ini masih amat terbatas dan bersifat sporadis.
 
Mempertimbangkan ancaman krisis lingkungan, terutama dampak dari deforestasi yang tak terkendali, maka program wakaf pohon kiranya perlu mendapat perhatian lebih dari umat Islam karena ini menyangkut upaya vital menjaga kelangsungan planet bumi dan penduduknya (hifz an-nafs dan hifz an-nasl), baik untuk masa kini maupun akan datang.
 
Mari kita gencarkan kembali program menanam pohon di lingkungan kita masing-masing. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menanam pohon dan menabur benih, kemudian hasilnya dimakan manusia, burung, atau binatang lain, maka itu merupakan sedekah baginya” (Imam Ahmad).
 
Di hadis lain, “Seandainya besok adalah hari kiamat, dan di tangan salah seorang dari kalian ada benih tumbuhan, maka hendaklah dia menanamnya” (al-Bukhari).
 
Hal ini mengindikasikan bahwa menanam pohon adalah suatu program yang harus dilaksanakan secara terus menerus hingga akhir zaman. Akhirnya, menanam pohon tidak hanya dapat mengurangi polusi, meredam pemanasan global dan perubahan iklim, serta menghasilkan manfaat sosial-ekonomis, tetapi lebih daripada itu, ia juga merupakan ibadah yang berdimensi ukhrawi. []

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *