Jakarta – Kebutuhan tempat tinggal bersubsidi dengan bangunan vertikal sangat mendesak di kawasan perkotaan. Selain dapat mengantisipasi kelangkaan lahan tempat tinggal, hal ini juga dapat mengurangi keberadaan pemukiman kumuh di kota besar. Untuk itu, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) RI gencar membangun rumah susun (rusun) untuk kalangan menangah ke bawah. “Salah satu terobosan yang kami lakukan adalah pembangunan rusun di atas tanah wakaf,” kata Rahmat Hidayat, Kepala Bidang Inovasi Pembiayaan Syariah Kemenpera.

Namun, langkah ini sayangnya belum dapat diwujudkan karena adanya kendala soal regulasi yang belum memungkinkan untuk merealisasikannya. Makanya, Kemenpera RI saat ini tengah menyempurnakan draf RUU Rusun. RUU Rumah Susun ini merupakan pembaruan UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rusun yang dinilai tak sesuai perkembangan zaman.

Menurut Rahmat, Kemenpera RI perlu melibatkan pihak Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Pembahasan draf RUU ini, terutama menyangkut pasal yang menatur tentang kebolehan pembangunan rumah susun di atas tanah wakaf.

“Tidak ada banyak perubahan draf yang diajukan Kemenpera ke BWI, hanya ada sedikit koreksi pada pasal 14a ayat 2a saja,” terang divisi kelembagaan BWI Sholeh Amin, usai pembahasan draf RUU Rusun di kantor BWI, Jakarta, (21/6).

Dalam draf RUU yang disusun Kemenpera tertulis bahwa pemberi izin perubahan peruntukan tanah wakaf adalah Menteri Agama. “Ini direvisi, karena sesuai dengan UU No.41 tahun 2004 pihak yang dapat memberikan izin perubahan peruntukan adalah BWI, bukan Menag,” kata Shaleh.

Bunyi utuhnya adalah sebagai berikut: “Apabila pendayagunaan tanah wakaf sebagaimana ayat (1) tidak sesuai dengan ikrar wakaf, maka dapat dilakukan perubahann peruntukan setelah memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pemanfaatan tanah wakaf untuk Rusun ini, kata Shaleh, punya peran yang strategis. Terutama untuk meminimalisir adanya kasus pemindahtanganan kepemilikan. Sebab, saat ini kerap rumah susun dibeli oleh kalangan mampu, kemudian dijual dengan harga yang mahal. Sehingga keberadaan rumah susun tak tepat sasaran. “Kasus semacam ini tidak mungkin terjadi jika rusun di bangun di atas tanah wakaf, sebab aset wakaf itu tidak dapat dijual, diwariskan, bahkan dijadikan pinjaman,” pungkas Shaleh. [au]

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts