Jakarta – Tanah wakaf memang bersifat abadi, bahkan tidak boleh ditukar, kecuali jika ada alasan yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Berdasarkan UU No. 41 tahun 2004 penukaran tanah wakaf dapat dilakukan asal mendapatkan izin dari Menteri Agama berdasarkan rekomendasi dari BWI. Bulan lalu, BWI menerima permohonan penukaran tanah wakaf dengan nazhir atas nama masjid Baiturrohman, Taman Sari, Ampenen, Mataram, NTB.
Berdasarkan keputusan rapat pleno, permohonan tersebut dikabulkan, dengan alasan sebagai berikut. Pertama, alasan Penukaran dapat dibenarkan berdasarkan peraturan yang ada. Dalam hal ini alasan penukarannya adalah karena tidak adanya akses jalan menuju tanah wakaf dan sulitnya pengairan untuk pertanian. Karena itu, jika tidak ditukar, maka tanah wakaf tersebut susah untuk dikembangkan sesuai dengan peruntukan.
Selain itu, lokasi tanah wakaf tersebut adalah tanah pertanian dan sekarang dikelilingi oleh perumahan BTN dan juga perumahan penduduk. Jadi, sistem pengairannya sangat sulit, akibatnya lokasi tanah wakaf tidak dapat dikembangkan sesuai peruntukannya
Kedua, nilai tanah penukar tidak hanya sepadan, tapi jauh lebih baik dan prospektif dalam pengembangan wakaf. Luas tanah sawah wakaf adalah 3.110 m2 dengan NJOP Rp.15.000.000 per meter. Total nilai tanah wakaf 3.110 m2x 15.000.000 = Rp.466.500.000,- .(empat ratus juta enam puluh enam juta lima ratus ribu rupiah)
Sedangkan tanah penukar seluas 18.559 m2 dengan NJOP Rp.20.000 per meter. Total nilai tanah penukar 18.559 m2 x 10.000.000 = Rp.1.855.900.000,- (satu milyar delapan ratus lima puluh lima juta sembilan ratus ribu rupiah)
Dengan melihat kenyataan ini, jelas bahwa nilai tanah penukar jauh lebih tinggi daripada tanah wakaf (asal). “Atas pertimbangan itulah, maka BWI memberikan rekomendasi persetujuan atas permohonan penukaran tanah wakaf tersebut,” jelas Ketua Divisi Kelembagaan Sholeh Amin. (au/an)