Balikpapan – Pengelolaan dan pengembangan aset wakaf ke arah produktif sebaiknya tidak hanya menjadi perhatian para nazhir, pemerintah daerah harus punya andil dalam mewujudkan gerakan wakaf produktif ini. Jika para nazhir bergerak sendirian, mereka tentu merasa kesulitan sebab kurangnya jaringan dan akses terhadap investor. Untuk itu, perlu adanya keterlibatan kalangan eksekutif dan jugu legislatif di tingkat propinsi dan kabupaten.
“Bentuk konkritnya misalnya menerbitkan peraturan daerah tentang pemberdayaan aset wakaf secara produktif,” ujar Imran Ali pada acara Lokakarya Support System Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Wakaf Produktif di Propinsi Kalimantan Timur. Kegiatan yang dihelat di Hotel Aston, Balikpapan, beberapa bulan lalu ini dihadiri oleh peserta dari berbagai unsur yang terkait dengan pengembangan perwakafan. Antara lain: Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, Biro Sosial Propinsi, Disperindagkop dan UKM, Badan Pertanahan, Perbankan Syariah, Nazhir, dan BWI Perwakilan propinsi Kaltim.
Menurut Imran seperti yang tertulis dalam rilis yang dikirim ke redaksi, selain menelorkan gagasan yang berupa usulan adanya perda wakaf produktif, lokakarya ini juga menghasilkan beberapa poin rekomendasi yang berjumlah 25 butir.
1. Mendesak kemenag RI untuk menambah DIPA untuk memfasilitasi sertifikasi tanah wakaf secara nasional.
2. Perbaikan administrasi tanah wakaf non sertifikat.
3. Validasi tanah wakaf di tingkat kabupaten/kota.
4. Sosialisasi wakaf produktif kepada masyarakat.
5. Perda pemberdayaan wakaf produktif.
6. Sosialisasi wakaf uang dan wakaf produktif.
7. Program pendampingan LKS PWU dengan KJKS/UJKS berbasis masjid untuk pengembangan wakaf produktif.
8. Peran aktif institusi LKS PWU dalam pengembangan wakaf produktif.
9. Peningkatan produktifitas LKS PWU dalam realisasi program wakaf produktif.
10. Materi/alat sosialisasi berupa pamflet/brosur tentang wakaf.
11. Inventarisasi tanah-tanah wakaf mulai dari permasalahan sampai solusi penyelesaian.
12. Penyelesaian tanah-tanah wakaf sengketa (wakif, ahli waris, pihak ketiga).
13. Sosialisasi kepada calon wakif dan nazhir tentang pengetahuan wakaf termasuk syarat-syarat wakaf untuk sertifikasinya.
14. Penguatan koordinasi antara Kemenag RI dengan BPN daerah dalam rangka sertifikasi tanah wakaf.
15. Fleksibilitas (proporsional) biaya tanah sesuai dengan kondisi daerah.
16. Kemudahan birokrasi sertifikasi tanah wakaf.
17. Pelatihan/program peningkatan SDM nazhir.
18. Membuka sekolah nazhir.
19. Studi banding nazhir.
20. Kompensasi tenaga nazhir (transportasi) dan insentif nazhir (honorarium) bagi wakaf non produktif.
21. Restrukturisasi profesional nazhir sebanding dengan manajerial perbankan.
22. Pendataan tanah wakaf antara yang sudah diberdayakan dengan yang masih belum diberdayakan.
23. Koordinasi terkait perwakafan lintas BWI.
24. Meningkatkan kualitas fungsi peran Kemenag Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat KUA.
25. Meminta pemerintah daerah untuk membiayai program pengembangan wakaf lembaga pengelola wakaf. [au]