Surabaya – Kendati progres pembangunan frontage road (FR) di sisi barat Jl. A Yani belum jelas, namun pemkot tetap melanjutkan FR sisi timur Jl A Yani. FR itu tetap akan dibangun sampai tembus ke jalan tol Waru-Juanda. Rencana ini sudah digagas pemkot guna mempelancar arus lalu lintas dari arah Surabaya ke Waru, Sidoarjo dan Juanda. Setelah pembangunan tahap pertama usai, kini sedang proses pembebasan lahan milik warga Jemur Ngawinan. Salah satu bangunan yang juga terkena adalah masjid di Jemur Ngawinan.

Dari hasil evaluasi, proses pembebasan lahan dan bangunan antara Jl Jemursari-Siwalankerto yang tersulit adalah pembebasan lahan masjid di Jemur Ngawinan. Masjid tersebut kabarnya berdiri di tanah wakaf milik warga. “Bila yang mewakafkan sudah tidak ada dan keluarganya minta dibangunkan masjid baru Pemkot akan kesulitan mencarai lahan penggantinya,” Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya Erna Purnawati.

Meski demikian, lanjut dia,  pihaknya akan tetap berupaya agar proses pembebasan masjid tersebut tidak berjalan lama. Sehingga pelaksanaan pembangunan FR Jemursari-Siwalankerto tidak molor seperti yang terjadi di depan IAIN.

Pembebasan lahan dan bangunan rumah warga Jemur Ngawinan itu untuk kelanjutan pembangunan FR  Jemursari-Siwalankerto. “Pembebasan lahan dan rumah milik warga Jemur Ngawinan sedang kami lakukan dan sebagain warga sudah ada yang sudah melepas tanahnya,” kata Erna seperti dilansir Surabayapost, (6/9).

Untuk pembebasan lahan dan pembangunan jalan frontage road di sana Pemkot menyediakan anggaran sekitar Rp 25 miliar. Bila tidak ada aral melintang proses pembebasan lahan di sana akan kelar akhir 2011.

Setelah itu, katanya, FR di sana akan disambung dengan jalan antara Siwalankerto ke bundaran waru dan tol Waru-Juanda. Jalur di sana sudah ada dan tinggal menyambungkan begitu saja.

Ditemui terpisah, salah satu warga Jemur Ngawinan H Samsul Bahri mengatakan, hingga kini belum ada ganti rugi pembebasan lahan. “Jangan bohongi rakyat. Cepat dibayar, “ katanya.

Ia mengaku memiliki bangunan seluas  8,5×18 meter persegi dan akan mendapatkan ganti rugi Rp200 juta. Namun hingga saat ini uang ganti rugia belum diterima. “Sudah sekitar 1 tahun Pemkot berjanji akan melunasi,” kata mantan  Ketua RW Jemur Ngawinan ini.

Ia menjelaskan, untuk pembebasan Musala  Hidayatulloh yang berdiri di Kampung Jemur Ngawinan warga tidak tidak meminta ganti rugi dalam bentuk uang, melainkan  dibangunkan musala baru. “Harus diganti atau dipindahkan ke tempat lain,” katanya.

Reka Jalan

Seiring pembangunan FR sisi  timur itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mulai merencanakan pengaturan lalu lintasnya. Kasi Rekayasa Lalu Lintas Dishub Tundjung Iswandaru menuturkan, di jalan tambahan itu Dishub telah merencanakan pemakaian tiga lajur. Tiga lajur itu nanti untuk motor, mobil penumpang umum (MPU), dan mobil pribadi.

Dishub juga tengah menyiapkan halte untuk naik turunnya penumpang kendaraan umum di FR. Namun, lokasi titik-titiknya masih dibahas dengan Dinas PU Bina Marga Surabaya. .

Kabid Sarana dan Prasarana Dishub  Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat menambahkan,  karena MPU wajib melewati FR sebagai pendukungnya maka harus disiapkan halte. ”Haltenya mungkin sederhana, didesain sedemikian rupa yang tidak terlalu memakan tempat,” katanya.

Penempatan halte tersebut sekaligus menjawab keluhan pengusaha angkutan. Sehingga, sudah tidak ada alasan lagi bagi para sopir angkot untuk tidak masuk ke FR tersebut.

Saat awal dikonsep, lanjutnya, Dishub sebenarnya juga merancang frontage road mampu dilewati bus kota dan minibus. Namun, ternyata angkutan berbodi besar itu tidak memungkinkan membelok keluar-masuk frontage road. Apalagi, tahun ini frontage road baru dibangun hanya mulai RSAL dr Ramelan sampai pertigaan Margorejo saja. ”Haluan bus ternyata tidak memungkinkan untuk belok masuk dan keluar  frontage road,” jelasnya. (pur/sbypst)

 

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts