Medan – Hanya 48% dari total 16.084 persil tanah wakaf di Sumut yang sudah bersertifikat. Sertifikasi tanah wakaf terkendala ketidaklengkapan alas hak atas tanah dan biaya yang minim dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk sertifikasi. Karena itu, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (Pempropsu) sedang menyiapkan kebijakan agar sekitar 8.363 persil tanah wakaf yang belum bersertifikat disertifikasi.
“Sehingga perlu perhatian serius terhadap tanah wakaf yang ada saat ini agar keberadaan tanah wakaf tetap aman dan bisa dimanfaatkan dalam artian tanah wakaf menjadi produktif,” kata Kepala Kantor Kemenag Wilayah Sumut Syariful Mahya Bandar, di Medan, kemarin.
Karena itu, untuk mempercepat proses sertifikasi tanah wakaf, Syariful berharap agar masyarakat, khususnya para nazir yang dipercayakan menjaga tanah wakaf tersebut berinisiatif untuk mengupayakan penambahan biaya sertifikasi di luar bantuan pemerintah. Pasalnya, dana yang bersumber dari APBN hanya mematok sebesar Rp 500.000 untuk setiap persil tanah wakaf yang akan disertifikasi.
“Kondisi di lapangan, seringkali dana sertifikasi, khususnya untuk biaya pengukuran tanah melebihi bantuan yang diberikan pemerintah. Artinya, perlu tambahan dana agar tanah yang belum bersertifikat bisa disertifikasi,” lanjutnya.
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Sumut Prof M Yasir Nasution mengatakan permasalahan tersebut menjadi pekerjaan besar yang harus diselesaikan ke depan. Namun untuk sementara pihaknya baru pada tahap menata dan mendokumentasikan kembali seluruh tanah wakaf di Sumut agar memiliki legalitas yang jelas.
Dikatakannya, tujuan terpenting dalam pengamanan tanah wakaf tersebut untuk menghindari harta wakaf beralih fungsi peruntukannya. Sebab setiap tanah dan harta yang diwakafkan berarti milik Allah SWT yang diperuntukkan untuk kepentingan ummat. “Kita perlu dasar legalitas wakaf untuk hindari peralihan fungsi. Wakaf itu milik Allah SWT untuk kepentingan umat dan nazir bukan pemilik, tapi hanya diamanahkan untuk mengurusnya,” terang mantan Rektor IAIN Sumut yang baru dilantik menjadi Ketua BWI Sumut.
Diakuinya permasalahan besar akan menjadi tantangan bagi mereka untuk menyesuaikan harta wakaf adalah belum tersosialisasikannya dengan baik UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Kehadiran UU ini, lanjutnya, sering menjadi perdebatan ketika banyak tanah wakaf yang diikrarkan jauh sebelum UU 41/2004 diberlakukan.
“Begitupun dalam pandangan yuridis, ketika legalitas hukum negara belum ada, maka hukum syariat yang dipakai. Begitu juga jika berkaitan dengan adat maka yang digunakan hukum adat ketika hukum formilnya belum diatur. Artinya tidak ada istilah vakum hukum,” tegasnya.
Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera Utara (Plt Gubsu) yang ditanyakan terkait hal itu mengatakan, pihaknya akan melakukan negosiasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar diberi kemudahan dalam mensertifikasi tanah wakaf. Sehingga, katanya, manfaat wakaf seperti yang diinginkan pemberi wakaf bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Saya akan komunikasikan hal ini kepada pihak BPN. Harapannya, ada perlakuan khusus dalam hal sertifikasi tanah wakaf. Hal ini sangat penting untuk memperjelas status tanah wakaf dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang produktif,” ujarnya. (hrm.slh/mdn.bns)