Jakarta – Rancangan Undang-Undang tentang Rumah Susun (RUU Rusun) akhirnya disahkan menjadi UU Rusun oleh DPR dalam Sidang Paripurna yang digelar di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, (18/10). Beleid baru ini mengatur soal pemanfaatan tanah milik negara atau daerah, serta tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun. Selain itu, UU ini juga mengatur ketentuan kredit bungan rendah dan keringanan biaya sewa bagi rumah susun umum maupun khusus.
UU Rusun yang terdiri dari 19 Bab dan 120 Pasal ini diharapkan bisa mendorong pembangunan Rusun di Indonesia yang berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung ini berjalan lancar dan singkat meskipun mendapat interupsi dari beberapa anggota DPR. Namun demikian, pembacaan pendapat akhir Presiden terhadap RUU tentang Rusun yang rencananya dilakukanMenteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa atau Menteri Hukum dan HAM akhirnya dibacakan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Mulyadi menyatakan, RUU Rusun merupakan rancangan undang usul DPR yang dibahas di Komisi V. Dalam proses pembahasan RUU Rusun, Komisi V juga telah melakukan diskusi dengan seluruh pemangku keoentingan bidang perumahan seperti para pakar dari perguruan tinggi, perbankan, BUMN, LSM, asosiasi profesi serta penjaringan aspirasi ke beberapa daerah dengan mengadakan focus group discussion (FGD).
“Pembahasan dilakukan terhadap 711 DIM dengan memakan waktu yang cukup panjang selama 3 kali masa persidangan. UU ini terdiri dari 19 Bab dan 120 Pasal dimana sebelumnya pada UU No. 16 Tahun 1985 terdiri dari 12 Bab dan 26 Pasal,” ujarnya saat membacakan Laporan Komisi V DPR dalam sidang paripurna tersebut.
Mulyadi menambahkan, pesatnya pembangunan Rusun komersial yang lebih dikenal dengan Apartemen dan Condominium di dalam kawasan perkotaan tanpa mempedulikan hunian berimbang menyebabkan MBR semakin terpinggirkan.
Untuk itu diperlukan pengaturan yang lebih baik dan komprehensif terhadap pembangunan Rusun melalui UU ini yang meliputi pembinaan, perencanaan , pembangunan, pengusaaan, pemilikan dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan, sistem pembiayaan dan peran serta masyarakat.
“Pembahas UU Rusun ini yakni DPR dan pemerintah sama-sama sepakat bahwa UU ini harus membuat ide-ide inovatif agar mampu menjawab permasalahan dan tantangan yang ada saat ini yakni jumlah kebutuhan (backlog) perumahan yang bergitu tinggi yakni 8,4 juta unit pada tahun 2009. Rusun dalam hal ini bisa berfungsi sebagai tempat tinggal dan solusi mendekatkan MBR ke tempat kerja sehingga membantu persoalan transportasi di kota besar,” tandasnya.
Mulyadi juga menjelaskan UU Rusun ini berisi beberapa hal-hal penting bagi pengembangan pembangunan Rusun di Indonesia.
Pertama, adanya kewajiban bagi pelaku pembangunan Rusun komersial untuk menyediakan Rusun umum sekurang-kurangnya 20 persen dari total luas lantai Rusun komersial yang dibangun.
Kedua, dimungkinkannya pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah atau pendayagunaan tanah wakaf dalam pembangunan Rusun umum dan atau Rusun khusus.
Ketiga, UU ini juga memberikan perlindungan terhadap konsumen Rusun yang dapat tercermin antara lain dari pengaturan pada pemasaran Sarusun, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah pembangunan Rusun.
Keempat, UU ini juga mengatur tentang peningkatan kualitas yang dilakukan oleh pemilik Sarusun terhadap Rusun yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki dan atau dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan Rusun dan atau lingkungan Rusun.
Kelima, pemerintah akan memberikan bantuan dan kemudahan dalam rangka pembangunan, penghunian, penguasaan, pemilikan dan pemilikian Rusun bagi MBR. “Pemerintah pusat dan Pemda juga akan memberikan insentif kepada pelaku pembangunan Rusun umum dan Rusun khusus,” terangnya.
Keenam, untuk mempercepat penyediaan Rusun yang layak dan terjangkau bagi MBR, pemerintah akan menugasi atau membentuk badan pelaksana. Dan yang terakhir adalah mengenai penyempurnaan mekanisme Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun (PPPSRS).
“Pelaku pembangunan Rusun wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat satu tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada pemilik dan diatur pula mengenai hak suara pemilik dan penghuni,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan, DPR juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Menpera dan Menteri Hukum dan HAM selaku wakil pemerintah beserta jajarannya atas kerja kerasnya selama pembahasan RUU ini.
Insenstif khusus pemerintah
Menteri PU Djoko Kirmanto yang mewakili pemerintah dalam sidang paripurna menyatakan, UU Rusun ini merupakan delegasi dari Pasal 46 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Djoko Kirmanto menuturkan, dalam UU Rusun ini dinormakan mengenai berbagai kemudahan dan atau bantuan yang dapat dinikmati oleh MBR termasuk pemberian insentif bagi pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Norma-norma tersebut semata-mata untuk mendorong pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus bagi pelaku pembangunan dan merupakan manifestasi keberpihakan kepada MBR untuk menempati rumah susun.
Kemudahan dan bantuan bagi MBR berupa kredit kepemilikan Sarusun dengan suku bunga rendah, keringanan biaya sewa Sarusun, asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau sertifikasi Sarusun.
Sedangkan insentif bagi pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus berupa fasilitasi dalam pengadaan tanah, fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah, fasilitasi dalam proses perizinan, fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danatau bantuan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. [kmps/au]