Nunukan – Di propinsi Kalimantan Timur, kabupaten Nunukan dikenal sebagai lumbung TKI. Banyak warganya yang mengais rizki ke negeri tetangga, khususnya Malaysia. Namun, cerita itu berubah, duka menyelimuti nunukan akhir tahun 2001 dan awal 2002. Terjadilah deportasi besar-besaran TKI illegal dari Sabah, Malaysia ke Nunukan. Akibatnya, banyak problem yang bermunculan, salah satunya adalah pendidikan. Anak-anak eks TKI ini pendidikannya terlantar.
Melihat kenyataan ini, ormas Islam Hidayatullah berinisiatif untuk menyelenggarakan pendidikan untuk menampung anak-anak TKI. Maka, didirikanlah sekolah di atas tanah wakaf yang berasal dari salah seorang tokoh masyarakat Nunukan, yaitu SD Nur Islam Hidayatullah dan SMP IT Nur Islam Hidayatullah. Sebelum sekolah ini didirikan, pendidikan dirintis di tempat-tempat penampungan TKI.
“Waktu itu bentuknya belum sekolah. Hanya tenda untuk musholah dan belajar. Kami dijadwalkan ke sana bergantian memberikan pendidikan agama. Akhirnya, banyak wali murid yang bekerja di Malaysia kepingin anak-anaknya dititipkan di sini. Sejak itu kami merintis sekolah dasar,” kenang Irsan, salah seorang di SMP IT.
Awalnya SD ini, kata Irsan, hanya menampung anak-anak TKI, tapi lama-kelamaan berkembang untuk masyarakat umum. Setelah itu, berdiri pula SMP IT Nur Islam Hidayatullah. “Waktu baru berdiri murid SD hanya sembilan anak, sekarang sudah ada tingkat SMP dan SMA,” kata Irsan.
Kepala SMP IT Nur Islam Hidayatullah, Nunukan Selatan, Syahroni mengatakan, pihaknya perlu lembaga formal untuk mendidik anak. Karena itu didirikanlah sekolah. Apalagi sekolah formal lebih mudah diterima karena masyarakat lebih senang sekolah formal. “Ini juga untuk memancing minat masyarakat makanya dibuat sekolah formal,” ujarnya. (trbn.kltm)