Pada masa pandemi ini, kehidupan bermasyarakat menuntut untuk berinovasi dalam berbagai hal. Seperti halnya pelayanan oleh industri perbankan yang sebelumnya dilakukan secara konvensional kini telah bertransformasi ke digital. Digitalisasi diharapkan memudahkan masyarakat dalam hal pengajuan pembiayaan supaya mulai merambah ke dunia perwakafan.
Wakaf yang sebelumnya jarang diminati kini menjadi sesuatu yang menarik untuk menjadi layanan perbankan yang inovatif. Seperti halnya wakaf uang atau wakaf tunai menggunakan layanan E-Banking yang telah disediakan oleh industri perbankan. Pengelolaan wakaf harus segera memanfaatkan teknologi dan platform digital seperti sosial media dan marketplace untuk mempercepat transformasi wakaf tunai.
Wakil Presiden Kyai Haji Ma’ruf Amin dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Wakaf Indonesia (BWI) tahun 2019 menyatakan bahwa “Pemanfaatan teknologi dan platform digital dalam pengelolaan wakaf juga harus didorong mulai dari tahap pengumpulan sampai pelaporan pemanfaatan wakaf.”
Salah satu alasan pengelolaan wakaf harus memanfaatkan media digital adalah potensi wakaf uang di Indonesia yang mencapai 188 triliun rupiah pertahun. Namun sampai saat ini, pengumpulan wakaf uang hanya menyentuh angka 831 miliar rupiah atau kurang dari 0,5 persen. Bahkan nilai itu jauh dari potensi aset wakaf pertahun yang bisa mencapai 2.000 triliun rupiah. Untuk memaksimalkan potensi dari wakaf tersebut maka perlu adanya inovasi dari pelayanan wakaf tersebut, salah satunya bertransformasi menggunakan media digital.
Penyediaan situs digital wakaf sangatlah penting. Selain untuk meningkatan literasi masyarakat mengenai wakaf juga sebagai langkah keuangan syariah secara inklusif. Maka platform digital wakaf dapat menjangkau masyarakat yang belum ikut serta dalam pengoptimalan wakaf ini. Dengan kemudahan berwakaf dapat menyadarkan masyarakat bahwa wakaf tidak hanya untuk jumlah yang besar melainkan dapat mengajak masyarakat berwakaf dengan jumlah yang kecil.
BWI melakukan tiga tahap digitalisasi wakaf. tahap pertama yang dilakukan oleh BWI adalah penguatan digitalisasi internal BWI. Hal ini ditandai dengan tiga indikator utama, yaitu peluncuran berkahwakaf.id, media sosial sahabatbwi.com, dan layanan e-services untuk pendaftaran nazhir. Dua platform tersebut telah diluncurkan pada 10 April 2021 lalu, tiga hari menjelang bulan ramadhan 1442 H. Tujuannya adalah untuk memudahkan masyarakat dalam berwakaf, khususnya wakaf uang dan wakaf melalui uang, mendorong penguatan kampanye dan edukasi wakaf masyarakat serta meningkatkan layanan bagi para nazhir sehingga proses pendaftaran nazhir dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efisien namun tetap selaras dengan ketentuan yang berlaku.
Kemudian, Tahap kedua yang dilakukan adalah memperkuat digitalisasi nazhir dan integrasi data wakaf. Dalam digitalisasi nazhir, yang menjadi fokus utamanya adalah memperkuat saluran digital fundraising wakaf uang dan wakaf melalui uang, serta mengembangkan sistem pelaporan yang akurat dan amanah. Terkait dengan saluran pengumpulan digital, akan didorong proses integrasi dengan nazhir lain.
Tahap ketiga yang dilakukan oleh BWI untuk digitalisasi wakaf adalah mempercepat penguatan ekosistem digital dan pengembangan inovasi model pengelolaan wakaf secara digital. Pada tahap ini, seluruh stackholder strategis perwakafan telah terarah dengan baik. Inovasi model pengelolaan wakaf dapat terus dikembangkan seperti wakaf saham, wakaf asuransi, wakaf tanah produktif, wakaf modal produktif, dan lain-lain. Semua itu bisa dikelola oleh para nazhir yang produktif dan inovatif.
Oleh karena itu, dengan digitalisasi wakaf diharapkan semakin meluas dan menguat. Diharapkan juga akan memberikan dampak yang besar terhadap laju perekonomian Indonesia. Dengan begitu, masyarakat akan semakin percaya karena dengan digitalisasi maka transparansi dan akuntabilitas pada wakaf akan meningkat. Pemanfaatan teknologi dalam proses transformasi digital ini menjadi sangat penting dan strategis. Realisasi penerimaan wakaf nasional akan semakin meningkat karena adanya kepercayaan pada masyarakat.
Penulis: Rifki Megian (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Sumber : Kumparan