Bolehkah Kita Mengganti Aset Wakaf

Sahabat, ketika kita berwakaf dalam bentuk aset bergerak maupun tidak bergerak seperti properti, tanah, hewan ternak, dan berbagai bentuk aset lainnya, tentu aset – aset tersebut akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu baik disengaja maupun tidak.

Secara fiqih, ada beberapa hal yang tidak diperbolehkan bagi seseorang yang telah memutuskan untuk berwakaf. Yakni apabila aset yang menjadi benda wakaf dijual, disita, diwariskan, ditukar, dihibahkan, atau dialihkan dalam bentuk lainnya. Semua ini harus dihindari ketika kita mewakafkan aset benda baik bergerak maupun tidak.

Namun, banyak pendapat dan perdebatan diantara para ulama mengenai boleh atau tidaknya suatu aset wakaf diganti dengan barang yang bernilai sama atau dengan pemanfaatan yang sama dengan sebelumnya. Ada yang memperbolehkan, ada pula yang menentang keras kebijakan tersebut.

Ada empat ulama yang memberikan keterangan mengenai hukum penggantian aset wakaf. Sebelumnya, ada dua istilah yang perlu kita ketahui yaitu; Ibdal dan Istibdal. Ibdal sendiri berarti menjual aset wakaf untuk membeli barang lain sebagai penggantinya, dan Istibdal berarti menjadikan barang lain sebagai pengganti aset yang sebelumnya

Mazhab Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Hanafi. Empat ulama ini memiliki pandangan tersendiri mengenai penggantian aset wakaf. Lantas bagaimana pandangan dari keempat mazhab tersebut?

Mazhab Syafi’i dan dan Maliki merupakan dua mazhab yang mengarah bahwa penggantian aset yang sudah diwakafkan hukumnya tidak diperbolehkan. Meski begitu ada beberapa perbedaan yang cukup mencolok dari Mazhab Syafi’i, salah satunya menyangkut aset wakaf yang berbentuk makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan ternak dsb.

Beberapa ulama dari mazhab ini tidak memperbolehkan mengganti ada juga beberapa yang memperbolehkan dengan catatan tertentu seperti; hewan ternak mati, pohon rusak, maupun masjid yang rusak akibat tertimpa pohon maka aset tersebut dapat diganti sesuai dengan peruntukannya

Lain hal dengan aset mazhab Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Hanafi. Keduanya justru lebih luwes dan toleran terhadap permasalahan ini. Akan tetapi dalam mazhab Hanafi ada beberapa ketentuan yang memperbolehkan penggantian aset ini, diantaranya adalah;

  1. Penggantian tidak boleh memiliki unsur penipuan baik oleh nazhir ataupun yang lainnya
  2. Nazhir tidak boleh mengganti aset kepada orang lain tanpa ada legalitas yang sah maupun orang yang memiliki hutang dengan nazhir.
  3. Barang pengganti merupakan aset yang tak bergerak (‘iqrar)
  4. Jika aset yang diganti merupakan barang seperti rumah, maka rumah yang menjadi pengganti haruslah rumah yang masih dalam satu wilayah yang sama.

Apabila sahabat memiliki aset yang ingin diwakafkan, maka diperlukan Nazhir yang kompeten untuk menjaga aset tersebut secara utuh demi menjaga kebermanfaatannya, dan mencegah dari aset tersebut dan memproduktifkan aset tersebut agar dapat dirasakan oleh banyak kalangan di lembaga-lembaga Nazhir yang sudah terakreditasi oleh Badan Wakaf Indonesia

Salah satunya adalah Wakaf Salman ITB, dimana aset-aset yang diwakafkan seperti tanah dan rumah kami produktifkan menjadi tempat yang jangkauan kebermanfaatannya sangat luas seperti Rumah Sakit Salman JIH Hospital, Masjid, dan aset produktif lainnya.

Penulis : Fairuz Insani (Wakaf Salman ITB)

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts