Dari Imam Al-Zuhri bahwasanya ia berkata, “Tentang seseorang yang mewakafkan seribu dinar di jalan Allah, dan uang tersebut diberikan kepada pembantunya untuk diinvestasikan, kemudian keuntungannya diserahkan kepada orang-orang miskin dan kerabat”. (Shahih Bukhari, 4/14)
Wakaf uang ternyata sudah dikenal dan dipraktekkan sejak awal abad kedua Hijriyah. Pada abad itu, Imam az-Zuhri memfatwakan bahwa wakaf uang hukumnya jawaz (boleh). Bahkan Majelis Ulama Indonesia dan Ormas-Ormas Islam di Indonesia menjadikan fatwa wakaf uang boleh dijadikan rujukan sumber hukum.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia mengelurkan fatwa MUI (11/5/2002) terkait Fatwa Wakaf Uang. Dan selanjutnya juga diatur dalam UU No.41 tahun 2004 dan Peraturan Menteri Agama No. 4/2009.
Selain itu, Pendapat Sebagian dari Ulama Mahdzab Hanafi
Para ulama dari mahdzab Hanafi memperbolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-’urfi. Berdasarkan atsar Abdullah bin Mas’ud R.A: “Apa yang dipandang baik oleh kaum Muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum Muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk”.
Selengkapnya simak Podcast Wakaf Uang, Peluang dan Tantangannya Bersama Sekretaris BWI Pusat: