Oleh: Irfan Syauqi Beik*
Pada pertengahan Maret 2022, Badan Wakaf Indonesia melalui Pusat Kajian dan Transformasi Digital (PKTD) resmi meluncurkan Laporan Indeks Wakaf Nasional (IWN) 2021. Laporan IWN ini menjadi laporan kinerja pengelolaan wakaf nasional pertama yang diluncurkan oleh BWI, dan menjadi alat ukur kinerja perwakafan pertama di dunia. Dengan adanya laporan ini, publik dapat melihat bagaimana kondisi aktual pengelolaan wakaf saat ini. Diharapkan, keberadaan laporan ini dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistim pengelolaan wakaf di tanah air sehingga mampu mendorong peningkatan kepercayaan masyarakat.
IWN ini pada mulanya adalah hasil riset kolaborasi tim peneliti empat kampus, yaitu Unair, IPB, ITB dan UGM, yang dikembangkan melalui skema RKI (Riset Kolaborasi Indonesia) pada tahun 2020 lalu. Hasil riset ini telah diserahkan secara resmi kepada BWI pada tahun lalu, sehingga BWI kemudian mengadopsinya menjadi bagian dari kebijakan untuk menilai kinerja perwakafan nasional. Ada enam dimensi yang merepresentasikan IWN ini, yaitu dimensi regulasi, institusi, proses, sistim, outcome dan dampak (impact). Setiap dimensi ini memiliki variabel dan setiap variabel ada indikatornya. Masing-masing indikator, variabel dan dimensi memiliki bobot tersendiri.
IWN didesain untuk memiliki nilai antara 0 dan 1. Semakin mendekati angka satu, maka kinerja pengelolaan wakaf menjadi semakin baik. Sebaliknya, semakin mendekati angka nol, maka kinerjanya semakin kurang baik. Dalam konteks ini, nilai IWN ini kemudian dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu sangat kurang (IWN <0,1), kurang (0,1 ≤ IWN < 0,15), cukup (0,15 ≤ IWN < 0,3), baik (0,3 ≤ IWN < 0,4) dan sangat baik (0,4 ≤ IWN ≤ 1).
Total keseluruhan data yang diperlukan untuk menilai IWN ini berjumlah 36 jenis data. Semua data tersebut adalah data-data yang memang diperlukan untuk bisa menggambarkan kondisi aktual pengelolaan wakaf di Indonesia, seperti regulasi wakaf daerah, dukungan dana operasional BWI daerah dari APBD, jumlah nazhir perorangan, jumlah nazhir institusi, jumlah nazhir institusi yang bersertifikat ISO, jumlah mauquf alaih (penerima manfaat wakaf), jumlah unit aset wakaf produktif, jumlah sekolah wakaf, jumlah siswa sekolah wakaf, jumlah rumah sakit wakaf, jumlah visitasi pasien rumah sakit wakaf, jumlah institusi nazhir teraudit KAP (Kantor Akuntan Publik) untuk laporan keuangannya, data kepatuhan syariah, dan lain-lain.
Keberadaan data-data ini menjadi sangat penting sebagai basis informasi yang akan menentukan kebijakan perwakafan yang akan diambil. Semakin valid dan terpercaya data yang dimiliki, maka kredibilitas pengelolaan wakaf akan semakin meningkat. Database yang kredibel dan dapat dipercaya, merupakan modal yang sangat berharga dalam menilai kondisi aktual kinerja pengelolaan wakaf yang ada, sekaligus dapat meningkatkan kepercayaan publik.
Untuk itu, BWI telah merencanakan untuk mengembangkan pusat data wakaf nasional yang kuat, valid, informatif, dapat diakses secara terbuka, dan dapat diperbandingkan antar waktu, sehingga publik bisa memantau pergerakan dan perubahan data wakaf secara berkala. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai apakah para pengelola wakaf telah menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Data menjadi kunci utamanya.
Selanjutnya, dalam Laporan Indeks Wakaf Nasional 2021 terungkap bahwa nilai IWN secara nasional mengalami kenaikan, dari 0,123 pada tahun 2020 menjadi 0,139 pada tahun 2021. Meski masih berada pada kategori kurang, namun peningkatan angka ini menunjukkan adanya perbaikan berkelanjutan pada pengelolaan wakaf nasional. Dengan kata lain, pengelolaan wakaf mengarah pada kondisi yang lebih baik. Tentu kita berharap agar kinerja di tahun 2022 ini bisa lebih baik lagi. Jika dilihat berdasarkan provinsi, terdapat tiga provinsi yang memiliki kinerja sangat baik, dua provinsi berada pada kategori baik, dan dua lainnya berada pada kategori cukup. Sebanyak lima provinsi memiliki kinerja yang kurang, dan sisanya 22 provinsi berada pada kategori sangat kurang.
Hasil pengukuran Indeks Wakaf Nasional (IWN) 2021 ini memberikan sejumlah implikasi yang perlu mendapat perhatian ke depan. Pertama, kualitas data yang menjadi parameter pengukuran IWN ini sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan, khususnya oleh BWI Perwakilan Provinsi. Karena itu, diharapkan BWI Perwakilan dapat meningkatkan kualitas data yang dimilikinya dan menyampaikan laporan secara berkala kepada BWI Pusat. Dari laporan IWN 2021, hanya enam provinsi yang mengirimkan datanya secara lengkap, sementara sisanya tidak mengirimkan, sehingga penilaian IWN dilakukan berdasarkan sumber data sekunder yang tersedia, seperti data SIWAK (Sistim Informasi Wakaf) dan SIMAS (Sistim Informasi Masjid) Kementerian Agama, SIRS (Sistim Informasi Rumah Sakit) Kementerian Kesehatan, BPS, BPN, dan lain-lain. Untuk itu, partisipasi setiap provinsi menjadi hal yang sangat penting.
Kedua, komitmen para nazhir, khususnya nazhir institusi dalam penyampaian laporan perlu ditingkatkan. Ada sejumlah data yang memerlukan laporan dari para nazhir, seperti data laporan keuangan, data sertifikasi manajemen ISO (jika ada), data jumlah aset wakaf produktif yang terverifikasi, data mauquf alaih dan lain-lain. Karena itu, BWI telah mengembangkan sistim e-reporting sebagai salah satu cara untuk memastikan agar data-data tersebut bisa terekam dengan baik sehingga kinerja nazhir dari waktu ke waktu dapat terus dipantau.
Ketiga, perlunya kolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya seperti perguruan tinggi. Ini dikarenakan ada sejumlah data yang juga memerlukan kerjasama dengan mereka. Sebagai contoh, data dampak manfaat wakaf yang diterima oleh para mauquf alaih. Apakah manfaat wakaf tersebut berdampak pada peningkatan kesejahteraan mauquf alaih atau tidak. Ini tentu memerlukan riset kaji dampak yang dapat dikerjasamakan dengan kampus, dimana hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai topik penelitian para mahasiswa. Keempat, perlu dilakukan sosialisasi terus menerus mengenai IWN ini oleh BWI Pusat kepada BWI daerah dan seluruh nazhir, termasuk memberikan bimbingan teknis yang diperlukan. Wallaahu a’lam.
*Penulis adalah Ekonom Syariah FEM IPB dan Anggota BWI
Artikel ini telah dimuat di Rubrik Iqtishodia Republika, Kamis, 24 Maret 2022