Bogor –  Di beberapa daerah banyak masjid yang digusur alias dialihfungsikan untuk kepentingan lain bukan untuk ibadah. Masyarakat tidak terima. Ketegangan pun terjadi. Bahkan ada yang menyulut perkelahian fisik. Ini terjadi karena tanah yang digunakan oleh masjid tersebut adalah bukan tanah wakaf, tapi tanah milik.

“Bila pemiliknya berkeinginan untuk memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan lain, maka tidak ada alasan yang dapat menghalang-halangi si pemilik. Inilah yang kita hawatirkan,” terang Wakil Ketua BWI KH. Hafidz Usman saat membuka acara Training of Trainer (ToT) Nazhir yang diikuti oleh Perwakilan BWI se-Indonesia di Bogor, 4 Juni 2012.

Ke depan, tambah Kiai Hafidz, ini tidak boleh terjadi. Gagasan ini sudah diusulkan oleh BWI untuk dibahas di Sidang Ijtima Ulama MUI se-Indonesia ke IV yang akan dilaksanakan pada 29 Juni – 2 Juli 2012 di Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Jika status tanah masjid tidak wakaf, kejadian perobohan atau penggusuran masjid akan terus terjadi. Padahal, ini yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Bahkan, status tanah masjid akan berimplikasi pada urusan ibadah lain. “Kalau mau i’tikaf, kita mau melakukannya di masjid mana?” tanya kiai yang juga Ketua Umum MUI Jawa Barat ini. Menurutnya, masjid yang benar-benar masjid secara hukum fikih itu adalah masjid yang didirikan di atas tanah wakaf. “Jika tanahnya tidak wakaf, keabsahan i’tikafnya bisa dipertanyakan,” tambahnya.

Untuk itu, selain ke membawa masalah ini ke MUI, BWI tengah berkomunikasi dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). BWI mengusahakan kepada BPN agar komplek perumahan yang mempunyai fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang peruntukannya digunakan sebagai masjid, lahannya harus wakaf. “BWI sudah berkomunikasi dengan pihak BPN. Tapi belum ada keputusan kongkrit, masih dalam pembahasan,” katanya.

Sertifikasi Tanah Wakaf Dipercepat
Pada acara pembukaan ToT Nazhir yang rencananya digelar tanggal 4-6 Juni ini, juga dihadiri oleh Direktur Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kemenag RI Sutami, M.Pd. Pada kesempatan tersebut, mantan Kepala Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta ini mengungkapkan, salah satu masalah perwakafan yang menjadi keperihatinan pemerintah adalah lambannya sertifikasi tanah wakaf.  

“Kebijakan Dirjen Bimas Islam saat ini adalah percepatan sertifikasi tanah wakaf. Berdasarkan hukum syar’i, wakaf itu tidak bisa diperjualbelikan, diagunkan, karena itu kita harus mengamankan dengan cara sertifikasi,” jelasnya.

Untuk mendukung langkah ini, Kementerian Agama memberikan bantuan kepada para nazhir dalam proses sertifikasi tanah wakaf. Dana ini bersifat stimulan, jadi tidak dapat menutupi seluruh kebutuhan nazhir di lapangan.

“Tahun ini adalah total bantuan sebesar Rp. 6 Milyar. Ke depan akan naik sebesar Rp. 10 Milyar. Ini salah satu program prioritas,” katanya. Selain itu, tambah Sutami, program prioritas kedua adalah mewujudkan percontohan wakaf produktif di berbagai daerah. Semoga cepat terwujud. [a]

 

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts