Momen Tingkatkan Literasi Wakaf

Momen Tingkatkan Literasi Wakaf

Ramadhan menjadi bulan yang istimewa bagi umat Islam untuk memperbanyak ibadah. Sebab, amalan yang sunah saja insya Allah diganjar pahala yang berlipa

Wakaf Uang Bisa Bermanfaat Bagi Kemaslahatan Bangsa
BWI Kerjasama STEI SEBI Gelar Workshop Laporan Keuangan Nazhir Wakaf
Siapakah Penerima Manfaat Wakaf?

Ramadhan menjadi bulan yang istimewa bagi umat Islam untuk memperbanyak ibadah. Sebab, amalan yang sunah saja insya Allah diganjar pahala yang berlipat ganda oleh-Nya. Apatah lagi yang wajib.

Salah satu ibadah sunah adalah wakaf. Sekretaris Badan Wakaf Indonesia KH Sarmidi Husna mengatakan, literasi wakaf masyarakat Indonesia masih harus didorong. Sebab, umumnya mereka lebih mengenal zakat daripada wakaf.

Hal itu berdasarkan hasil survei Indeks Literasi Wakaf yang diselenggarakan Kementerian Agama (Kemenag) tahun lalu. Kiai Sarmidi menekankan, momen Ramadhan seyogianya menjadi kesempatan untuk lebih mengampanyekan keutamaan dan pentingnya berwakaf.

“Ini memang perlu dukungan dan kerja sama dengan berbagai pihak,” ujar pria yang juga mantan sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.

Pada bulan puasa ini, bentuk kolaborasi itu antara lain dilakukan dengan BWI menggelar workshop bagi para wartawan. Kegiatan itu diadakan dengan menggandeng Forum Jurnalis Wakaf Indonesia (Forjukafi) di Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini.

Di samping kampanye masif, bagaimana perwakafan di Indonesia agar lebih berkembang? Apakah Ramadhan dapat turut mendorong Muslimin untuk lebih giat berwakaf? Bagaimana langkah-langkah BWI dalam mengarusutamakan wakaf? Berikut hasil wawancara jurnalis RepublikaMuhyiddin, bersama Kiai Sarmidi Husna pada pekan lalu.

Bagaimana Anda melihat perkembangan literasi wakaf di Indonesia?

Pada 2021 lalu, Kemenag (Kementerian Agama) mengungkapkan hasil Indeks Literasi Wakaf nasional. Diketahui, indeks tersebut masih cukup rendah, yakni skor 50,48. Rendahnya literasi wakaf itu masih kalah daripada literasi zakat.

Kalau bagi kami, BWI (Badan Wakaf Indonesia), hasil itu menjadi tantangan. Artinya, mesti ada kampanye yang lebih masif lagi agar masyarakat lebih melek literasi wakaf. Mereka menjadi lebih memahami apa dan bagaimana itu wakaf. Upaya-upaya itu sudah dan sedang kami lakukan meskipun dengan dukungan atau anggaran yang mungkin pas-pasan. Yang jelas, berikhtiar selalu—itu yang penting.

Selama Ramadhan, kaum Muslimin umumnya meningkatkan intensitas ibadah. Apakah ini menjadi momen tepat menggaungkan literasi wakaf?

Ya tentunya Ramadhan selalu menjadi saat yang bagus untuk lebih meningkatkan ajakan-ajakan kebaikan, termasuk berwakaf. Literasi wakaf seyogianya digalakkan pada momen Ramadhan. Dan caranya bisa macam-macam.

Sekarang ini, kita sudah memanfaatkan media sosial, semisal YouTube, untuk lebih meningkatkan literasi wakaf. Website kita juga berjalan. Konten-kontennya terus menerus bertambah.

Selain itu, kita juga menggencarkan sosialisasi ke berbagai daerah, terutama di kampus-kampus. Kita menggelar misalnya “Wakaf Goes to Campus.” Bukan hanya universitas, tetapi juga sasarannya ke sekolah-sekolah dan sebagainya.

Jadi, ini memang perlu dukungan dan kerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya, kami juga menjalin kerja sama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk sosialiasi perwakafan. Dengan DMI (Dewan Masjid Indonesia), kami pun berkolaborasi.

Begitu juga dengan lembaga-lembaga negara, seperti Kemenag, BI (Bank Indonesia), dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kemudian, perbankan syariah dan sebagainya. Kita ajak mereka semua supaya turut mendukung peningkatan literasi wakaf di tengah masyarakat.

Apakah perolehan aset wakaf di bulan Ramadhan cenderung meningkat?

Biasanya, itu meningkat, terutama wakaf uang. Bahkan, sejak saya masuk BWI pada tahun 2018, aset wakaf uang di BWI nilainya hanya sekitar Rp 4 miliar. Namun, angka itu terus menanjak naik. Hingga awal tahun 2022 ini, nilainya sudah hampir Rp 80 miliar. Sekarang, itu yang kita kelola ada sekitar Rp 75 miliar.

Maka, perolehan aset wakaf uang itu meningkatnya sangat signifikan, yakni dari Rp 4 miliar menjadi lebih dari Rp 70 miliar. Itu bisa meningkat karena ada tim yang memang kita minta untuk gencar melakukan fundraising wakaf uang, termasuk pada momen bulan suci Ramadhan ini.

Apakah setiap Ramadhan selalu muncul tren peningkatan orang-orang berwakaf?

Tren orang-orang berwakaf biasanya naik pada bulan Ramadhan. Kenaikan bila dibandingkan pada bulan-bulan lainnya. Ramadhan menjadi peluang besar untuk melakukan pengumpulan wakaf uang, sebagai contoh.

Karena itu, pada saat Ramadhan ini Kemenkeu (Kementerian Keuangan) baru saja meluncurkan Sukuk Wakaf Ritel Seri SWR003. Ini untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat atau institusi dalam berwakaf uang.

Orang banyak berwakaf pada bulan Ramadhan karena amalan sunah itu nilai pahalanya bisa seperti amalan wajib. Momentum inilah yang sebenarnya banyak ditunggu-tunggu. Akhirnya, orang yang sedekah pun juga banyak di bulan Ramadhan. Wakaf pun atau seharusnya lebih banyak dilakukan Muslimin kala bulan suci.

Amalan wakaf berarti menyerahkan kepemilikan atas harta kepada Allah. Apakah ibadah itu juga melatih keikhlasan dalam diri Muslim?

Rata-rata, orang-orang yang mau berwakaf itu sudah memahami bahwa harta yang hendak diwakafkannya akan berubah kepemilikannya. Misalnya, kalau wakaf tanah. Itu akan berubah (kepemilikan) dari sertifikat hak milik (SHM) menjadi sertifikat wakaf. Kemudian, sertifikat wakaf itu dalam fikihnya dikatakan bahwa kepemilikannya dikembalikan kepada Allah SWT.

Nah, kalau sudah dikembalikan kepada Allah, maka nanti aset wakaf itu akan dikelola oleh nazir. Kemudian, hasil pengelolaan ditujukan untuk mauquf alaih atau orang yang berhak menerima manfaat. Kalau aset wakafnya masih bermanfaat terus, maka pahalanya akan selalu mengalir kepada orang yang berwakaf itu.

Maka, inilah yang kemudian dikatakan bahwa wakaf dapat dipandang sebagai investasi akhirat. Ya karena pahalanya langgeng, terus menerus. Walaupun pelakunya sudah meninggal, itu pahalanya akan mengalir terus kepadanya. Sebab, manfaat wakafnya masih digunakan terus oleh orang-orang.

Jadi, Muslim yang berwakaf itu tidak hanya sekadar ikhlas, tetapi juga mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan jangka panjang yakni kenikmatan dari-Nya di akhirat kelak. Adapun tujuan jangka pendeknya di dunia bisa macam-macam.

Yang jelas, manfaat yang timbul dari harta yang diwakafkannya bisa dirasakan banyak orang. Sering kali, dampaknya pada peningkatan kehidupan ekonomi atau kualitas pendidikan umat di sekitarnya.

Dalam sejarah, wakaf turut mendorong kemajuan peradaban Islam. Bagaimana menumbuhkan kembali semangat tamadun tersebut kini?

Memang, dari zaman dahulu hingga sekarang, ibadah wakaf selalu berjalan di dunia Islam. Mungkin saja, intensitasnya memang berjalan berbeda-beda, antarsatu negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, misalnya, wakaf sebenarnya sudah berjalan sejak awal masuknya dakwah agama tauhid ke sini.

Nah, kemudian wakaf di Tanah Air selama bertahun-tahun itu banyak bertumpu pada wakaf yang berupa bangunan masjid, madrasah, pondok pesantren, dan sebagainya. Sementara itu, yang terkait dengan wakaf produktif agak kurang berjalan dengan baik. Meskipun di berbagai daerah, kita bisa saja menjumpai masjid-masjid yang mempunyai sawah-sawah produktif. Hasil pengelolaan sawah itu bisa menghasilkan banyak.

Lantas, bagaimana menumbuhkan kembali semangat peradaban itu? Yang pertama-tama perlu dilakukan adalah literasi. Memahamkan orang-orang terkait wakaf. Sebab, bagaimana orang mau semangat dalam berwakaf kalau pengetahuan tentang itu saja kurang memadai?

Jadi, harus terlebih dahulu memahamkan umat perihal wakaf. Kalau mereka sudah paham, nanti levelnya meningkat menjadi sadar. Kalau sudah sadar, nanti meningkat lagi menjadi tertarik untuk melakukan wakaf. Tahapan-tahapannya seperti itu.

Bagaimana dengan aspek pengelolaan wakaf?

Tentu, wakif perlu mengelola dengan baik wakaf yang sudah ada. Ini //kan// banyak juga aset wakaf yang idle atau tidak dikelola dengan baik di Indonesia. Sebab, mohon maaf, nazirnya kurang profesional. Oleh karena itu, profesionalisme nazir dengan cara sertifikasi itu penting untuk mengelola aset wakaf yang sudah ada.

Nah, kami BWI juga mendorong agar lebih galak lagi penghimpunan aset wakaf baru, baik itu wakaf tanah maupun wakaf berupa uang dan sebagainya. Itu perlu didorong dan digerakkan supaya ada tambahan aset-aset wakaf baru. Maka hasilnya juga akan lebih banyak lagi kebermanfaatannya untuk masyarakat.

Apa saja program BWI untuk tahun 2022 ini?

BWI sudah mengagendakan berbagai fokus program. Fokus yang pertama adalah melakukan sosiasilasi dan literasi kepada masyarakat. Itu lebih kami giatkan lagi kala Ramadhan ini dengan bekerja sama berbagai pihak.

Kedua, kami juga meningkatkan kompetensi nazir. BWI sedang menggalakkan sertifikasi profesi nazir pengelola wakaf. Ketiga, yang juga menjadi fokus BWI adalah, membuat proyek-proyek riil baru di beberapa daerah.

Sekarang ini kita sudah mempunyai, misalnya, Rumah Sakit Mata Achmad Wardi di Serang (Banten). Ini rumah sakit mata pertama di dunia yang berbasis wakaf yang didirikan BWI. Ke depannya, diharapkan model seperti RS tersebut juga didirikan di berbagai daerah.

Kalau di bulan Ramadhan sendiri, program yang digencarkan adalah fundraising, yang merupakan bagian kelembagaan. Kemudian, sosialiasi terus, baik lewat media sosial maupun langsung menyapa publik. Kita kerja sama juga dengan MUI untuk melakukan sosialisasi di kalangan dai. Dengan begitu, para dai bisa menyampaikan kepada umat mengenai wakaf.

Kami sering meminta tokoh-tokoh agama, dalam berceramah di tengah umat, sempatkan barang semenit atau dua menit menyampaikan tentang wakaf. Begitu juga saat mengisi seminar, dosen-dosen yang kami ajak diminta untuk menyelipkan informasi tentang wakaf.

Bersyukur, Ramadhan Lebih Semarak

Walaupun fenomena Covid-19 masih dijumpai, pandemi agaknya kini mulai berkurang. Hal itu ditandai dengan pelonggaran yang ada di sana-sini terkait aturan pencegahan virus korona, semisal yang berkaitan dengan mobilitas orang.

Sekretaris Badan Wakaf Indonesia (BWI) KH Sarmidi Husna mengatakan, dirinya ikut bersyukur karena kembali dipertemukan dengan bulan puasa. Menurut dia, kaum Muslimin di mana pun berada suka cita dalam menjalani ibadah pada momen istimewa ini.

“Kalau saya lihat, di masjid-masjid sudah penuh. Di Jakarta ini, (semarak) Ramadhan penuh. Apalagi awal-awal bulan puasa sudah mulai pada ke masjid. Karena sudah tidak ada social distancing, shaf sudah rapat,” kata Kiai Sarmidi kepada Republika, baru-baru ini.

Ia mengingat, Ramadhan pada dua tahun belakangan. Kala itu, pemerintah masih memberlakukan pembatasan di sana-sini. Maka pelonggaran yang ada sekarang sudah sewajarnya menimbulkan optimisme di tengah umat.

Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini melihat, Ramadhan tahun ini jauh lebih gegap gempita dibandingkan yang sebelumnya. Ia berharap, meningkatkan rasa syukur dan suka cita itu sejalan dengan bertambahnya ibadah-ibadah yang bernilai sosial, semisal wakaf.

Fundraising wakaf dan zakat itu juga sudah lebih leluasa untuk jemput bola terhadap orang-orang yang mau bersedekah, yang hendak berbagi,” ucap mantan Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU ini.

Kiai Sarmidi Husna sebelum bergabung dengan BWI aktif di pelbagai lembaga keislaman dan pendidikan. Alumnus Pondok Pesantren Roudhotul Falah Sidorejo itu sempat berkuliah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dengan mengambil jurusan bahasa. Selama setahun, dirinya memperdalam pengusaan bahasa Arab di sana.

Setelah itu, ia meneruskan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) al-Aqidah Jakarta, mengambil jurusan syariat. Kemudian, pendidikan S2 ditempuhnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Sejak 2006, Kiai Sarmidi aktif di Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU. Di samping itu, ia pernah mengikuti Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta selama dua tahun.

Terbit Koran Republika, 17 Apr 2022.

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: