Wakaf Konvensional vs Wakaf Digital

Zaman terus berubah, apakah wakaf konvensional juga ditinggalkan?

Sahabat, kita tahu bahwa wakaf indentik dengan ikrar menyerahkan sejumlah tanah, masjid, atau harta benda sesuai ketentuan, melalui pertemuan langsung. Antara wakif (pemberi wakaf) dan mauquf alaih. Kini, Wakaf bisa dilakukan dari mana saja melalui kemudahan teknologi digital.

Mengenal Dahulu Praktik Wakaf Konvensional

Indonesia telah lama mempraktikkan pemahaman fikih yang telah diwarisi selama berabad-abad dari para ulama. Praktik tersebut salah satunya mengenai benda wakaf yang terbatas pada benda tidak bergerak. Seperti yang tercantum dalam Panduan Wakaf dari BWI, benda wakaf tidak bergerak tersebut diantaranya bangunan, tanah, sumur, kebun, dan lainnya. Kepemilikan wakif secara hukum positif dibuktikan dengan sertifikat tanah yang diwakafkan.

Menyoal jenis benda wakaf tersebut, bukan berarti menempatkan wakaf konvensional seperti itu diistilahkan kolot. Tetapi, praktik wakaf dahulu belum terkolaborasi dengan perkembangan peradaban. Sebagaimana kemajuan teknologi, kapabilitas sumber daya manusia, dan semakin beragamnya cara hidup manusia yang membudaya. Mari kita mengingat beberapa praktik wakaf pada zaman Rasulullah Saw. diantaranya:

  • Abu Thalhah yang mewakafkan tembok Birha’
  • Umar ibn al-Khattab yang mewakafkan tanah di Khaibar
  • Muhkairiq, seorang Yahudi mualaf yang berwakaf tanah
  • Rasulullah Saw. yang mewakafkan tanah untuk masjid, juga tujuh kebun kurma

Peruntukkan dari berbagai wakaf tersebut yakni untuk masjid, hingga perbekalan dan kebutuhan perang. Karena memang saat itu kondisinya, umat Islam memulai peradaban Islam yang mana bermula dari masjid untuk tempat beribadah. Kemudian, masjid berkembang menjadi tempat pendidikan dan lainnya. Kondisi saat itu jua, umat Islam turun peperangan demi penegakkan agama. Sementara sekarang ini, meskipun dengan semangat yang sama, kita mendapati kondisi dunia yang berbeda.

Kemudahan Wakaf Digital Itu Potensi, Bukan Lawan Tradisi

Per tahun 2021, World Bank menyatakan jumlah penduduk miskin dunia mencapai 100 juta orang. Angka yang fantastis ini tidak rukun dengan kemajuan dunia dengan berbagai kemudahan teknologi yang tersedia. Bagi sebagian saudara-saudara kita, pendidikan semakin mudah dijangkau, ekonomi semakin mudah bertumbuh. Namun, bagi sebagian saudara kita yang lainnya, pendidikan justru semakin mahal dan ekonomi semakin sulit.

Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im:

Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.”

Seperti itulah kondisi ketimpangan di depan mata kita muncul dan sangat rentan kepada kekufuran. Syariat Islam ditambah adaptasi zaman di tengah-tengahnya, adalah solusi. Melalui 82 juta penduduk Indonesia yang sudah menggunakan internet, Wakaf, sebagai salah satu pilar ekonomi Islam bisa membangun peradaban dengan jangkauan yang lebih mudah. Ini pun, sudah didukung oleh instrument hukum positif wakaf yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Benda wakafnya pun mencakup benda tidak bergerak, hingga benda bergerak yang berpotensi memberikan hasil produktif.

Atas beriringannya praktik wakaf dan kemudahan digital, maka muncul istilah wakaf digital. Wakaf yang bisa dilakukan dari mana saja dan kapan saja melalui transaksi di platform yang terhubung dengan internet. Lebih praktis dengan pilihan berwakaf benda bergerak/tak bergerak melalui uang. Artinya, nazhir sebagai perantara dan penyalur wakaf cukup menerima sejumlah uang yang peruntukkannya jelas seperti untuk membangun fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, sumur, dan masih banyak lagi. Apabila mempertimbangkan potensi wakaf tunai di Indonesia yang menembus 180 triliun rupiah, maka teknologi berbasis digital sangatlah mempermudah sistem pengelolaannya.

Kini, para nazhir atau lembaga pengelola wakaf seperti Wakaf Salman ITB telah menyediakan pilihan wakaf berbasis digital tersebut. Namun, tetap menerima praktik wakaf melalui pertemuan langsung. Karena wakaf digital tidak akan hadir tanpa pemahaman masyarakat akan wakaf konvensional terlebih dahulu. Juga melalui wakaf digital, wakaf konvensional semakin terindahkan.

Ditulis oleh Retno Ika Lestari Widianti/Wakaf Salman ITB

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts