Jakarta – Dibandingkan dengan di provinsi lain, kesadaran masyarakat Aceh untuk mendaftarkan tanah wakaf dinilai tinggi. Masyarakat juga terbiasa berkonsultasi dengan Kantor Urusan Agama (KUA) menyangkut administrasi tanah wakaf. Hal ini disampaikan oleh Kepala KUA Tapaktuan, Khairuddin di Jakarta, baru-baru ini.
“Biasanya masyarakat Aceh begitu (tanah) diwakafkan, kepala desanya langsung mengumumkan di masjid dan banyak orang yang mengontrol. Ini positifnya. Secara administrasi di Aceh dibandingkan dengan provinsi lain, kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan tanah wakaf itu tinggi,” kata Khairuddin yang terpilih sebagai Ketua KUA terbaik se-Aceh.
Ia menjelaskan, ada orang yang sudah mewakaf tanahnya lalu mengambil kembali, kecenderungan itu ada. Kenapa? Karena ada persoalan faktor ekonomi. Faktor bahwa tanah wakaf itu tidak harus beli karena ada orangtuanya yang mewakafkan dan ia mencoba mengaburkan wakaf itu sendiri. Tetapi kejadian itu jarang terjadi. Kalau untuk masyarakat Aceh tidak mungkin dilakukan karena masyarakatnya bisa menjadi saksi. Masih banyak kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.
Persoalan lain seputar tanah wakaf, kata Khairuddin, di Aceh masih banyak wakaf yang belum mengantongi sertifikat meskipun urusan dengan KUA setempat sudah selesai. Ini berkaitan dengan peran dari institusi lain. “Kita mengajukan, lalu instansi lain yang mengeluarkan sertifikat. Harus dikompromikan lagi dan harus diselesaikan dengan lapang dada. Kalau tidak akurat akan terjadi kekacauan,” papar Khairuddin.
Ia menyebutkan tiga hal yang menjadi perhatiannya selaku Kepala KUA yaitu pendidikan, program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan agama.
“Porsi anggaran harus lebih besar untuk pendidikan, sebab tidak ada yang bisa dirubah kecuali di bidang pendidikan. Kedua, kehidupan sosial. Yang sudah pernah dibina jika hal itu merupakan satu kebaikan, misalnya JKA itu ‘kan penting karena menyangkut kebutuhan dasar. Ketiga soal agama, itu penting diadakan pengajian-pengajian di kampung-kampung untuk semangat meningkatkan ilmu agama,” kata Khairuddin yang sudah bertugas selama lima tahun sebagai KUA Tapaktuan.
Program “maghrib mengaji” yang diimbau oleh Kementerian Agama, ujar Khairuddin, adalah budaya Aceh. Selain itu, ujar Khairuddin, ada qanun-qanun gampong yang harus diselesaikan, serta imam-imam yang harus diperhatikan kebutuhannya oleh Pemerintah Aceh. [atjehpost]