Belajar dari Praktik Wakaf Tebuireng Jombang

Dalam agama Islam pastilah kita menemukan berbagai anjuran untuk berbuat kebaikan. Sebagaimana pula anjuran untuk berwakaf. Wakaf ini masih dalam satu esensi dengan konsep khayr, infaq, dan birr. Al-Qur’an sendiri menyebutkan terkait konsep-konsep tersebut. Salah satu di antaranya adalah perintah agar kita selalu beribadah dan berbuat kebaikan.

“Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung.” [QS. Al-Hajj (22): 77]

Singkat cerita, wakaf telah menjadi salah satu model filantropi yang ditawarkan dalam Islam. Wakaf juga terkenal sebagai pemberdaya ekonomi umat sebagaimana pada masa emas peradaban Islam. Sebut saja Kekhalifahan Utsmaniyah yang salah satu skema perekonomiannya ditopang oleh wakaf.

Sekarang, mari kita masuk ke dalam jejak wakaf dari Pesantren Tebuireng Jombang. Ternyata sebelum wakaf di Indonesia ramai-ramai dilembagakan, sekitar tahun 1946 Masehi justru praktik wakaf sebagai tradisi sudah berlangsung di Pondok Pesantren Tebuireng. Bermula dari sekitar tahun tersebut, Kyai Haji Hasyim Asy’ari mewakafkan sekitar 13 hektaare tanah. Kemudian, para Kyai Tebuireng yang menjabat selanjutnya menjalankan tradisi sebagai nazhir atau pengelola tanah wakaf tersebut.

Dilansir dari jurnal ISLAMICA, Kyai Haji Hasyim Asy’ari disebutkan menyadari betul signifikansi dan peran dari institusi wakaf untuk menjamin kelangsungan hidup pesantren dan proses pendidikan di dalamnya. Namun, agama Islam secara mulia tidak hanya menghadirkan wakaf sehingga manfaatnya dirasakan oleh mauquf ‘alaih saja. Tetapi juga manfaat wakaf itu bisa dirasakan untuk pengelola wakafnya. Buktinya, pengelolaan wakaf dari tanah 13 ha itu juga dinikmati oleh para badal (asisten kyai), guru-guru, dan beberapa santri yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Proses & Buah Manis Pengelolaan Wakaf Pesantren Tebuireng

Ada hal menarik dari pengelolaan wakaf pesantren Tebuireng. Selain terus menerus menggulirkan manfaat sejumlah tanah yang ada, nazhir juga menambah luas tanah, serta mulai bergerak ke wakaf yang berwujud bangunan. Wakifnya juga semakin menjangkau masyarakat luas. Tercatat per tahun 2008 saja, masyarakat menjadi wakif dari tanah seluas 149.532 m2. Tanah ini adalah lahan lapangan di sekotar pondok, beberapa sawah, dan pekarangan di luar pondok.

Dilansir dari jurnal MAZAWA, Muhsin KS sang bendahara pondok memberi keterangan bahwa selama dia mengurus badan wakaf, apabila pondok punya uang, selalu didahulukan untuk membeli tanah wakaf.

Sedikit banyaknya inspirasi dari praktik wakaf di Pesantren Tebuireng Jombang, kita belajar bahwa ibadah wakaf bisa dilakukan oleh siapapun dan dirasakan manfaatnya oleh siapapun juga. Berawal dari tokoh yang menunaikan wakaf untuk Pesantren Tebureng, menjadi contoh sehingga masyarakat juga mau ikut berwakaf. Hasilnya dapat dinikmati dengan luas dan berkepanjangan sebagaimana Islam sejak lima belas abad silam telah meletakkan dasar-dasar sistem sosial yang mampu menjawab tantangan zaman, diantaranya melalui gotong royong wakaf.

Wakaf Salman menyediakan kemudahan WAKAF 7in1, 7 Kebaikan dalam 1 Amalan sekaligus yang dapat diakses dengan klik sekarang atau kunjungi wakafsalman.or.id

 

Penulis: Retno Ika Lestari W. (Wakaf Salman ITB0

Foto: pesantren.id & didesain oleh Vera M.

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *