Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UU Wakaf, BWI mempunyai sejumlah tugas dan wewenang. Salah satunya melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. BWI sebagai lembaga yang berfungsi sebagai regulator terus mendorong wakaf menjadi solusi untuk mensejahterakan bangsa.
Sebagai lembaga negara independen, berdirinya Badan Wakaf Indonesia (BWI) ditandai terbitnya UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf). Tujuan dibentuknya BWI tak lain dan tak bukan untuk mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia, serta memberi manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
“BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif (lagi),” ujar Wakil Ketua BWI, Dr. Imam Teguh Saptono saat, dilansir dari laman hukum online Senin (05/052023).
Ia menerangkan kedudukan BWI berada di ibu kota negara Indonesia dan dapat membentuk perwakilan pada tingkat provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai kebutuhan. “Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan,” kata dia.
Anggota BWI bila ditotal terdapat 20 sampai dengan 30 orang dengan latar belakang unsur masyarakat. Dalam periode pertama, anggota BWI diusulkan oleh Menteri Agama (Menag) kepada Presiden terlebih dahulu. Barulah pada periode berikutnya, anggota diusulkan oleh Panitia Seleksi (Pansel) bentukan BWI.
Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UU Wakaf, BWI mempunyai sejumlah tugas dan wewenang. Pertama, melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Kedua, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
Ketiga, kata Imam, memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Keempat, memberhentikan dan mengganti nazhir. Kelima, memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Keenam, memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UU Wakaf, BWI mempunyai sejumlah tugas dan wewenang. Salah satunya melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional. BWI sebagai lembaga yang berfungsi sebagai regulator terus mendorong wakaf menjadi solusi untuk mensejahterakan bangsa.
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya itu, BWI dapat menjalin kerja sama dengan instansi Pemerintah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, hingga pihak lain yang dirasa perlu. Selain enam tugas dan wewenang yang tertuang dalam UU Wakaf, dalam Pasal 8 Peraturan BWI No.1 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia juga mengatur tugas dan wewenang lainnya dari BWI.
Seperti menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa baktinya; memberhentikan dan mengganti nazhir bila dipandang perlu; memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU); menerima pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain uang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
“Terdapat sejumlah program kerja terkini yang sedang dikerjakan BWI. Seperti peningkatan kompetensi nazhir melalui penyelenggaraan pelatihan dan sertifikasi nazhir yang dilaksanakan oleh Lemdiklat dan LSP BWI. Lalu Percepatan proses sertifikasi tanah wakaf bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN,” jelasnya.