Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof Muhammad Nuh mengajak peserta Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) XVI Wahdah Islamiyah agar menjadikan wakaf sebagai gaya hidup.
“Mari membangun inisiatif kita dalam melakukan gerakan wakaf. Maka tugas kita sekarang adalah bagaimana meneruskan ini, memajukan dan mensosialisasikannya ke masyarakat,” urainya saat memberikan paparan tentang wakaf dengan tema “Era Baru: Wakaf sebagai Lifestyle” di Makassar, pada Jumat (17/11/2023).
Menurut dia, wakaf bukanlah hal yang baru, wakaf telah ada sejak dahulu dan telah teruji. Ummat Islam jaya dengan wakaf, terlebih di zaman Turki Utsmani.
“Kalau disuruh memilih, berwakaf uang langsung banyak atau sedikit saja tapi rutin. Kalau boleh jujur lebih baik pilihan yang kedua, tidak mengapa sedikit asalkan rutin dan berkelanjutan,”
Wakaf, kata Menteri Pendidikan Indonesia Masa Bakti 2009-2014 ini, merupakan zakat adalah bagian dari ikhtiar kita menyiapkan bekal untuk kehidupan akhirat.
“Mari kita siapkan bekal akhirat agar tidak menjadi pengemis dan gelandangan di sana,” katanya, sembari menyetir QS Al Kahfi ayat 110.
Prof Mohammad Nuh menguraikan bahwa wakaf bukan hanya investasi akhirat, tetapi juga investasi yang manfaatnya bisa didapat di dunia dan di akhirat, bagi diri sendiri dan masyarakat.
Beberapa contoh sukses wakaf di Tanah Air yang ia deskripsikan dalam ceramah tersebut adalah RS Mata Wakaf Achmad Wardi di Kota Serang, Banten yang menarget sebanyak 2.513 pasien selama lima tahun dan pengadaan mobil ambulance gratis.
Sebelum menutup ceramahnya, Prof Nuh menjelaskan bahwa wakaf yang sukses manakala para nazir sudah mencapai level nazir 3.0, artinya nazir itu bisa kelola wakafnya, otaknya cerdas, dia bisa memperbanyak pewakif, dan melahirkan pewakif-pewakif baru.
“Nazir itu harus expert di bidang pengelolaan aset umat. Bisa membaca, menangkap dan menciptakan peluang, menjadi real power. Punya sertifikasi kompetensi, kemampuan melipatgandakan nilai aset,” urai dia.