Ada dua pola pengembangan hasil harta wakaf produktif yang dapat dilakukan oleh para nazir (Abdurrahman Kasdi). Pertama, pengembangan wakaf untuk kegiatan sosial, seperti wakaf untuk kesejahteraan umat, pengembangan pendidikan, sarana kesehatan, advokasi kebijakan publik, bantuan hukum, HAM, perlindungan anak, pelestarian lingkungan, pemberdayaan perempuan, pengembangan seni dan kebudayaan, dan lainnya yang bermanfaat untuk orang banyak yang sesuai dengan ajaran Islam.
Kedua, pengembangan yang bernilai ekonomi, seperti pengembangan perdagangan, investasi keuangan, mengembangkan aset industri, pembelian industri, pengembangan daerah wisata, dan lainnya.
Salah satu model yang dapat dikembangkan dalam mobilisasi wakaf, yaitu wakaf uang dengan model dana abadi, yaitu dana yang terhimpun dari berbagai sumber dengan berbagai cara yang sah dan halal.
Kemudian, dana yang terhimpun dengan volume besar diinvestasikan dengan tingkat keamanan yang tinggi melalui Lembaga Penjamin Syariah (LPS). Keamanan investasi ini paling tidak mencakup dua aspek. Pertama, keamanan nilai pokok dana abadi, sehingga tidak terjadi penyusutan (adanya jaminan keutuhan). Sedangkan kedua, investasi dana tersebut bisa diproduktifkan dan mampu mendatangkan hasil atau pendapatan (incoming generating allocation).
Dari pendapatan inilah pembiayaan kegiatan lembaga akan dilakukan dan sekaligus menjadi sumber untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Wakaf uang bisa diarahkan pada sektor strategis, seperti sektor kredit mikro, sektor portofolio keuangan syariah, dan sektor investasi langsung. Ketiga sektor tersebut sangat mampu mendongkrak kegiatan ekonomi dan mendorong peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Asalkan, seluruh kegiatan di sektor tersebut dukungan kebijakan politik dari pemerintah dan dikelola melalui manajemen yang profesional. (Abdurrahman Kasdi, 2014)