Peran Wakaf Dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (2-Habis)


oleh Rozalinda*


Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Melalui Lembaga Nazhir Wakaf

Pemberdayaan perempuan memiliki bidang garapan yang luas. Salah satu bidang yang menarik untuk dibahas adalah pemberdayaan ekonomi bagi perempuan. Sebenarnya, banyak fakta yang menunjukkan bahwa dalam pembangunan, perempuan seringkali menjadi pihak tertinggal. Padahal, terdapat dua indikator keberhasilan pembangunan. Yang pertama, akses dan kontrol akan pembangunan bisa dilakukan atau didapatkan perempuan dan laki-laki. Yang kedua, hasil pembangunan bisa diterima oleh perempuan dan laki-laki secara adil, proporsional, dan berkelanjutan, baik di areal publik atau domestik.


Keberdayaan perempuan di bidang ekonomi adalah salah satu indikator meningkatnya kesejahteraan. Saat perempuan menjadi kaum terdidik, mempunyai hak-hak kepemilikan, dan bebas untuk bekerja di luar rumah serta mempunyai pendapatan mandiri, inilah tanda meningkatnya kesejahteraan rumah tangga. Setiap perempuan mesti memiliki kemandirian secara ekonomi, agar dirinya punya kuasa dan posisi dalam hubungan domestik, keluarga, dan lingkungan sosial.


 

Mengapa penguatan dan optimalisasi perempuan secara berkesinambungan dalam kehidupan ekonomi merupakan hal yang sangat penting? Hal ini disebabkan fakta dan data bahwa perempuan sering menjadi pihak yang lemah, kalah, dan termarginalkan terutama di bidang ekonomi. Kualitas penduduk perempuan yang kurang menggembirakan merupakan akibat dari pendekatan kultur yang belum mengindahkan kesetaraan dan keadilan gender. Sementara itu, kemiskinan ekonomi menjadi salah satu akar utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Untuk itu, pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi mutlak dilakukan.

 


Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, seperti yang dikutip Sulikanti Agusni dalam tulisannya “Kekuatan Koperasi Dalam Pemberdayaan Perempuan”, ada empat kelompok perempuan yang perlu menjadi perhatian yaitu (1) kelompok perempuan yang sama sekali tidak mampu dan tidak memiliki sumber-sumber karena beban kemiskinan; (2) perempuan yang memiliki sumber-sumber tetapi belum/tidak berusaha untuk meningkatkan dirinya; (3) perempuan yang telah melakukan usaha namun tidak memiliki sumber-sumber; dan (4) perempuan yang telah memiliki kemampuan dan peran serta mampu memanfaatkan sumber-sumber. Kelompok yang terakhir merupakan kelompok yang sudah berdaya dan mungkin sudah terbuka pikirannya dan merdeka. Proses pemberdayaan diri pada perempuan akan menjadi lebih cepat jika perempuan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dan koperasi merupakan salah satu wadah yang mengakomodasikan terjadinya proses ini[1]


Untuk memenuhi kebutuhan kelompok perempuan produktif, pelaku usaha mikro kecil guna memecahkan masalah utama yang sering menghambat perkembangan usahanya yaitu masalah permodalan, lembaga nazhir wakaf dapat memberikan bantuan permodalan dari wakaf uang. Dalam pemberdayaan ekonomi perempuan, lembaga pengelola wakaf memberikan bantuan modal investasi maupun modal kerja melalui wakaf uang kepada anggota pada khususnya yang sebagian besar merupakan anggota kelompok produktif yaitu pelaku UMKM dan masyarakat sekitarnya yang ingin mengembangan usahanya atau memulai usaha.


Peran lembaga nazhir wakaf uang lainnya dalam pemberdayaan perempuan antara lain memberikan pelatihan, konsultasi usaha, peningkatan ketrampilan baik dalam hal teknis usaha seperti organisasi, manajemen, administrasi/akutansi usaha, maupun peningkatan kualitas produk, akses kepada sumber-sumber produktif, informasi pasar, peluang usaha, juga peningkatan kesadaran perempuan atas hak-haknya di lingkungan kerja, keluarga, sosial, hukum, maupun politik.


Seperti yang ditegaskan Dian Masyita dana wakaf uang dapat diinvestasikan dan disalurkan untuk memberdayakan masyarakat kecil melalui mikro finance dan pendampingan usaha.[2] Bantuan keuangan mikro ini didampingi oleh sarjana pendamping yang akan memberikan konsultasi kepada penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan berbisnis dengan baik. Dengan pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat miskin dapat terangkat derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu hidup layak dan sejahtera. Perencanaan dan pengembangan program kredit mikro yang tepat akan memperkuat nilai-nilai kekeluargaan.


Kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kualitas perempuan di bidang ekonomi dapat dilakukan. dengan menekankan pada 5 aspek, yaitu:


  1. Pengembangan kapasitas dan karakter. Dalam program ini dilakukan kegiatan-kegiatan pelatihan wirausaha secara komprehensif, mulai dari motivasi berusaha, manajemen usaha, dan hal lainnya seputar kewirausahaan untuk perempuan.
  2. Konsultasi dan pendampingan. Setelah pelatihan, para wanita kemudian mendapatkan konsultasi dan pendampingan usaha untuk bisa menguatkan dan meng-upgrade kapasitas serta kualitas usahanya di masa depan.
  3. Organisasi. Sebagai individu ataupun kelompok usaha, perempuan sangat membutuhkan penguatan di bidang organisasi bisnisnya. Di tahapan ini diharapkan para wanita yang berwirausaha mampu menjalankan bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi yang jelas.
  4. Pasar. Perempuan mendapatkan pengetahuan mengenai upaya membuka dan membangun pasar untuk produk-produk yang telah dimiliki.
  5. Jejaring. Diharapkan perempuan dan kelompok usaha perempuan mampu menemukan, membuat, dan menguatkan jaringan sosial untuk usahanya.


Strategi pemberdayaan ekonomi bagi perempuan yang tidak memiliki kapasitas produktif, tidak mempunyai keahlian (skill) dan modal sehingga mereka belum memiliki usaha, dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:


  1. Pelatihan usaha bertujuan untuk memberikan wawasan yang luas tentang kewirausahaan secara aktual dan komprehensif sehingga mampu memunculkan motivasi dan spirit berwirausaha.
  2. Pemagangan. Setelah memiliki pemahaman dan motivasi kewirausahaan, maka dibutuhkan keterampilan. Itu bisa diperoleh melalui kegiatan magang di dunia usaha yang akan diterjuninya.
  3. Penyusunan proposal. Menyusun proposal secara realistis berdasarkan pengalaman empiris perlu dimiliki untuk mengindari penyimpangan sehingga bisa meminimalisir kerugian.
  4. Permodalan sangat penting untuk memulai dan mengembangkan usaha. Dalam hal ini harus dicari lembaga keuangan yang dapat meminjami uang dengan bunga/bagi hasil seringan mungkin. Jangan sampai keuntungan yang diperoleh habis untuk membayar utang.
  5. Pendampingan, berfungsi sebagai pengarah dalam melaksanakan kegiatan usahanya sehingga mampu menguasai dan mengembangkan usahanya dengan mantap.
  6. Membangun jaringan bisnis. Tahapan ini sangat berguna untuk memperluas pasar sehingga produk-produknya dapat dipasarkan ke daerah-daerah lain. Dengan jaringan ini akan melahirkan net-working bisnis umat Islam yang tangguh.


Demikianlah langkah-langkah pemberdayaan ekonomi perempuant yang belum memiliki usaha permanen, benar-benar dimulai dari titik nol. Ini berbeda dengan model pemberdayaan ekonomi bagi perempuan yang telah memiliki kapasitas distributif, telah memiliki usaha. Strategi pemberdayaan ekonomi perempuan yang telah memiliki rintisan usaha, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:


  1. Membantu akses permodalan, diawali dari pembimbingan penyusunan proposal yang memadai sehingga mampu meyakinkan pihak lembaga keuangan untuk mengucurkan dananya.
  2. Menertibkan administrasi keuangan. Masalah administrasi adalah titik lemah para pelaku usaha kecil dan menengah; tidak ada catatan transaksi jual-beli, campur aduk keuangan usaha dengan rumah tangga dan lain-lain. Harus ada bimbingan untuk menertibkan administrasi keuangan sehingga bisa diaudit sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi modern.
  3. Memperbaiki manajemen usaha. Meski usahanya masih kecil, jumlah karyawan sedikit, dan jangkauan pemasaran masih lokal, namun harus dikelola dengan manajemen yang sehat.
  4. Memperluas pemasaran. Pemasaran menjadi kendala yang serius bagi usaha kecil dan menengah dalam melempar produk-produknya ke masyarakat, karena tidak tersedia dana iklan. Oleh karena itu ethos kerja harus senantiasa dipompa, informasi tentang peluang-peluang pasar baru harus disediakan, dan pengembangan jejaring sesama usaha kecil dan menengah.
  5. Teknis produksi, maksudnya kualitas produk harus dijaga terus-menerus seirama dengan tuntutan pasar. Kualitas produk harus benar-benar dijaga meskipun sudah laku di pasar.
  6. Teknologi, baik teknologi produksi maupun teknologi informasi harus dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat menstimulasi peningkatan kualitas produksi.


Program pemberdayaan ekonomi perempuan sebagaimana dijelaskan di atas, tidak dilakukan dalam ruang sosial-ekonomi-politik yang hampa. Lembaga nazhir wakaf uang di samping menguasai langkah-langkah pemberdayaan ekonomi permpuan, juga dituntut kemampuannya dalam membaca realitas sosial budaya-ekonomi-politik yang melatari umat Islam. Untuk meningkatkan peran ekonomi perempuan sekaligus peningkatan status perempuan perlu tindakan strategis yakni:


  1. Mengadakan tindakan yang positif yang memungkinkan perempuan memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya, pekerjaan, pasar dan perdagangan. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dilakukan pengembangan dan bantuan bagi perempuan agar mereka mampu berwiraswasta mengembangkan usaha kecil, memperoleh akses kredit dan modal.
  2. Memberikan akses bisnis yang sama pada perempuan untuk memperoleh kesempatan pelatihan dan konseling terutama dalam bidang pengembangan teknologi baru, mendesiminasikan informasi yang mereka butuhkan dan mengembangkan jaringan kerja serta membuka kesempatan kerja yang lebih luas minimal usaha-usaha tradisional perempuan.[3]


Lembaga nazhir wakaf uang merupakan wadah yang paling tepat bagi kelompok perempuan pelaku usaha yang biasa disebut kelompok produktif dalam meningkatkan usahanya. Lembaga ini mempunyai potensi besar dalam pemberdayaan perempuan, yang kebanyakan adalah pelaku usaha mikro kecil (UMK), yang diketahui mempunyai kelemahan dalam mengakses sumber-sumber produktif seperti modal, teknologi, pasar, informasi. Dengan berkelompok mereka dapat secara bersama-sama dipermudah memperoleh modal usaha.


Dengan kata lain lembaga pengelola wakaf uang (nazhir) dapat berperan strategis memberdayakan perempuan, dan sebaliknya dengan koperasi perempuan dapat membuktikan kompetensi dan kelebihannya, sebagaimana ditunjukkan oleh keberhasilan beberapa koperasi dan UMKM yang dikelola perempuan.


Urgensi Wakaf Uang dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

Kelompok Filantropis berkeyakinan bahwa posisi dan situasi masyarakat yang miskin dan terbelakang itu dapat diubah lewat upaya kemanusiaan, tanpa mengubah kelembagaan dan struktur masyarakat. Upaya kemanusiaan secara evolutif akan meningkatkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.


Wakaf uang adalah salah satu sumber alternatif dana untuk program penanggulangan kemiskinan.[4] Dengan menggalang dana wakaf uang dari orang-orang yang mampu, yang mempunyai kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap orang-orang yang kurang mampu, memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan dan meningkatkan pendapatan. Wakaf yang terhimpun, dikelola secara produktif, kemudian keuntungannya disalurkan sebagai modal usaha kepada orang-orang yang kekurangan modal. Dari wakaf uang ini betapa banyak petani dan pedagang kecil yang mendapat tambahan modal usaha, betapa banyak orang hidup di bawah garis kemiskinan dapat merasakan manfaatnya, seperti menyantuni anak yatim, membantu biaya operasional sekolah, dan balai kesehatan pun dapat melayani orang miskin dari hasil wakaf.


Wakaf merupakan instrumen finansial Islam yang memiliki keterkaitan langsung secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah-masalah sosial dan ekonomi, seperti pemberdayaan ekonomi perempuan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian wakaf sesungguhnya memiliki peranan yang cukup besar dalam mewujudkan tata sosial yang berkeadilan. Dalam jangkauan yang lebih luas, kehadiran wakaf uang dapat dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di bidang ekonomi, terutama sekali jika wakaf dikelola dengan manajemen yang rapi, teratur dan profesional disertai kualitas para pengelolanya.


Dalam mengalokasikan investasi wakaf uang, lembaga pengelola wakaf uang dapat memilih kelompok usaha misalnya kelompok usaha perempuan yang berhimpun dalam suatu usaha, ataupun wilayah/ kawasan yang masyarakatnya memiliki usaha yang sama. Misalnya, penyaluran wakaf uang untuk usaha perkebunan, peternakan dan jenis usaha produktif lainnya. Pengaruh pengelolaan wakaf uang melalui pemberian modal kerja kerja kepada mitra binaannya telah terbukti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membuka usaha, ataupun membantu pengembangan usaha produktif masyarakat yang kekurangan modal.


Model pengembangan dan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai upaya pencerahan sosial ekonomi kelompok usaha perempuan ini dalam pelaksanaanya harus dilakukan sesuai dengan kondisi obyektif dan karakteristik sosio-kultural dan ekonomi yang akan ditransformasikan. Dengan pembacaan atas realitas sosial yang akurat, maka wakaf uang sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi umat akan tepat sasaran sehingga prinsip ekonomi Islam untuk membangun keseimbangan ekonomi umat benar-benar dapat terealisasikan.


Dana wakaf bisa memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di negeri ini (99,88%).[5] Dana wakaf yang terkumpul dapat disalurkan kepada masyarakat termasuk kelompok pengusaha perempuan dengan sistem bagi hasil. Keuntungan investasi wakaf uang dipakai untuk program pemberdayaan (enpowerment) rakyat miskin sehingga modal dapat digunakan secara berkelanjutan, bahkan kalau memungkinkan modal itu bisa diputar ke orang lain yang juga membutuhkan, baik dalam rangka memperkuat kapasitas distributif ataupun sebagai modal awal untuk memulai sebuah usaha (kapasitas produktif).


Untuk mengukur pengaruh yang dimunculkan dari pengelolaan wakaf uang dapat dilihat dari indikator-indikator berupa pergerakan sektor ril dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Menurut MA Mannan, salah satu indikator efektivitas wakaf uang adalah income redistribution (redistribusi pendapatan). Pengeluaran dana-dana yang diperoleh dari hasil pengelolaan wakaf berperan penting pada setiap redistribusi pendapatan secara vertikal. Pengeluaran dana-dana wakaf harus dikoordinasikan sehingga efek redistribusi pendapatan dapat berpihak pada golongan miskin, yakni dengan penyediaan jasa dan prasarana penting bagi orang miskin, misalnya sarana pendidikan. Berdasarkan apa yang telah dibuktikan MA Mannan di SIBL, dengan pengelolaan wakaf yang efektif, redistribusi pendapatan horizontal telah terjadi secara siginifikan dari satu kelompok pendapatan ke kelompok pendapatan yang lain.[6] Seperti halnya zakat, Menurut Habib Ahmed, wakaf dapat memberikan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi secara mikro, mempunyai kontribusi positif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ummat.[7]


Manfaat yang dirasakan masyarakat melalui investasi dana wakaf ini cukup besar. Masyarakat mendapatkan modal pembiayaan dan bagi hasilnya. Mereka pun mendapat binaan baik dalam bentuk bisnis, maupun dalam bentuk mental spiritual dari kelompok binaanya untuk melakukan usaha dan dengan cara yang halal. Misalnya yang telah dilakukan Tabung Wakaf Indonesia (TWI) melalui LPEU Insan Kamil mitra binaan TWI yang ada di Palembang, Masyarakat Mandiri yang ada di Jakarta dan Bogor, dan Kampung Ternak mendapat kucuran dana wakaf uantuk mengembangkan usaha mereka. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah pendidikan mental dan moral masyarakat. Di mana masyarakat dalam kelompok usaha dibina untuk mempunyai jiwa entrepreneurship sehingga mereka yang sebelumnya mencari kehidupan dari cara yang tidak halal, dapat meninggalkan kebiasaan tersebut dengan mencari usaha yang halal. Begitu juga, masyarakat binaan diberikan semacam dorongan spritual berupa dorongan untuk bekerja pada sektor-sektor yang halal. Di samping itu, mereka juga dimotivasi untuk menyisihkan sebagai rizkinya untuk diwakafkan dan motivasi lainnya yang mengajak masyarakat kepada kebaikan.


Program investasi wakaf uang ke sektor ril seperti ini merupakan bentuk pengejawantahan program pengentasan kemiskinan. Di samping itu, sistem penjaringan kelompok usaha perempuan, tentu akan lebih memudahkan melakukan monitoring usaha sehingga risiko usaha lebih dapat diminimalisir. Di samping itu sistem penjaringan kelompok masyarakat seperti ini, manfaat wakaf tentu juga dapat dinikmati oleh banyak orang. Betapa banyak kelompok usaha perempuan yang dapat diberikan bantuan modal dan betapa banyak pula orang miskin yang dapat menikmati hasil usaha dari investasi wakaf uang. Wakaf uang seperti yang diinvestasikan, terbukti memberi kesempatan pada masyarakat untuk pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi. Ini berarti investasi wakaf uang ke sektor ril berpengaruh positif pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat sekaligus memberikan kesadaran akan makna wakaf itu sendiri.


Investasi wakaf uang untuk sektor ril mencoba mencontoh apa yang yang telah dilakukan di Mesir, negara yang terhitung sukses dalam pengelolaan wakafnya, di mana Mesir sejak disahkannya Undang-undang Nomor 152 Tahun 1957 mengembangkan wakaf tanah pertanian untuk meningkatkan perekonomian umat.[8] Kementerian Perwakafan (Wizarah al Awqaf) di negeri ini membangun tanah-tanah kosong yang dikelola secara produktif dengan mendirikan lembaga-lembaga perekonomian,[9] ataupun dalam bentuk pembelian saham di perusahaan-perusahaan. Hasil pengelolaan wakaf ini disalurkan untuk membantu kehidupan masyarakat miskin, anak yatim piatu, pedagang kecil.


Menurut Muhammad Anas Zarqa, Professor pada Center for Research in Islamic Economics Universitas King Abdul Aziz, wakaf sebetulnya telah dikenal dalam masyarakat sejak masa klasik. Islam mengakui tradisi yang mulia ini dan menempatkannya sebagai ajaran agama yang abadi, sehingga wakaf tumbuh subur dalam masyarakat Islam sepanjang sejarah. Lalu menepatkannya sebagai pelayanan sosial yang penting, khususnya dalam pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit, sumber air minum, dan dukungan untuk orang miskin. [10]


Dalam sejarahnya, substansi wakaf uang sebenarnya telah lama muncul. Bahkan, dalam kajian fiqih klasik seiring dengan munculnya ide revitalisasi fiqih mu’amalah dalam perspektif maqashid syariah yang bermuara pada maslahah al-mursalah termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.


Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa wakaf memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat baik sosial maupun ekonomi. Dari perspektif sosial, wakaf dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi kemiskinan, kontrol dan keharmonisan kehidupan sosial, serta meningkatkan perpaduan sosial. Begitu mengesankannya wakaf, dapat menghindari jarak kelas sosial antara orang kaya dan miskin karena orang yang mampu secara sukarela membagikan kekayaan mereka pada orang yang kurang mampu. Dana yang disalurkan ke lembaga pengelola wakaf, dikelola secara produktif, yang kemudian surplus pengelolaannya disalurkan kepada orang-orang yang kekurangan modal usaha. Dengan demikian, seperti yang ditegaskan Duddy Roesmara Donna dan Mahmudi, produktivitas wakaf akan memicu terciptanya keadilan sosial yang dengan segera dapat menciptakan dukungan bagi kemakmuran masyarakat. [11] Di sini terlihat adanya bentuk distribusi pendapatan dari pihak yang mempunyai pendapatan yang lebih kepada pihak yang berpendapatan rendah. Dari efek distribusi pendapatan ini jelas akan membuat pemerataan pendapatan secara adil bila wakaf uang ini benar-benar dikelola secara efektif.


Berdasarkan laporan yang ditulis Maurice Allais peraih Nobel tahun 1988 dalam bidang ekonomi, dari sebanyak US$ 420 M uang yang beredar di dunia per hari, hanya sebesar US$ 12,4 M (2,95%) saja yang digunakan untuk keperluan transaksi. Sisanya, untuk keperluan spekulasi dan judi, sedangkan situasi yang diharapkan adalah bila terjadi keseimbangan antara sektor moneter dan sektor ril.[12] Sektor moneter semestinya tidak berjalan sendiri meninggalkan sektor ril. Oleh karena itu, sangat tepat bila penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan produktif ke sektor ril dimobilisasi. Salah satu bentuknya adalah dengan memberikan kredit mikro melalui mekanisme Kontrak Investasi Kolektif (KIK) semacam reksadana syariah yang dihimpun dari sertifikat wakaf uang, kepada perempuan yang berkecimpung pada usaha menengah dan kecil agar memiliki peluang usaha. Pemberian skim kredit mikro tersebut cukup mendidik. Lebih baik memberikan kail kepada rakyat daripada memberikan ikan. Hal itu diharapkan mampu menumbuhkan kemandirian perempuan.


Sejalan dengan ini, menurut Habib Ahmed dalam Role of Zakat and Awqaf in Poverty Alleviation, dana wakaf juga dapat diberikan sebagai pinjaman kepada masyarakat yang kurang mampu. Seperti halnya zakat, wakaf dapat digunakan untuk pembiayaan sektor mikro kepada orang miskin. Keuntungan dari wakaf pun disamping sedekah dapat juga digunakan untuk pembiayaaan produktif sektor mikro.[13] Wakaf uang yang dinvestasikan dalam format mudharabah dapat membangkitkan pendapatan dari investasi yang digunakan untuk tujuan sukarela. Porsi bagi hasil untuk fund manager setelah dikurang biaya operasional dapat disalurkan untuk kebutuhan konsumtif dalam menunjang kesejahteraan kaum dhuafa melalui wasiat wakif ataupun tanpa wasiatnya.


Investasi mudhârabah merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh produk keuangan syari’ah guna mengembangkan harta wakaf. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf dengan sistem ini adalah membangkitkan sektor usaha kecil dan menengah dengan memberikan modal usaha kepada petani, pedagang kecil, dan menengah (UKM). Dalam hal ini pengelola wakaf uang (nazhir) berperan sebagai shahibul mal yang menyediakan modal 100% dari usaha/proyek dengan sistem bagi hasil. Pengusaha seperti pengusaha perempuan adalah sebagai mudharib yang memutarkan dana wakaf tersebut. Hasil keuntungan yang diperoleh dibagi bersama antara pengusaha dengan shahibul mal (nazhir wakaf).


Wakaf dapat mengatasi stagnasi (kelesuan) ekonomi. Wakaf memiliki peran efektif dalam menekan unsur-unsur produktivitas yang terabaikan, memiliki kemampuan maksimal dalam memerangi pengangguran, serta punya pengaruh jelas dalam pengalokasian pendapatan dan kekayaan. Usaha wakaf dalam pembangunan dan pemusatan eksperimen di bidang tersebut secara terus menerus membuat lembaga-lembaga wakaf berkembang menjadi suatu sistem yang bisa menghadapi krisis. [14] Dengan demikian wakaf merupakan payung pelindung dari fluktuasi dan badai ekonomi.


Wakaf uang menawarkan peluang untuk membantu kelompok usaha perempuan dalam meningkatkan pendapatan dari bagi hasil yang diperolehnya. Lebih lanjutnya tentunya pendapatan ini memberi dampak positif bagi perubahan kehidupan ekonomi keluarga. Apalagi investasi dana wakaf yang disalurkan dalam bentuk dana bergulir yang dijadikan modal usaha bagi masyarakat lainnya secara berkelanjutan. Betapa banyak perempuan yang dapat diberdayakan kehidupan ekonominya dan betapa banyak masyarakat yang dapat menikmati manfaat investasi wakaf uang, sungguh suatu instrumen keuangan Islam yang sangat potensial.


Kesimpulan

Perempuan bisa menjadi kekuatan di dalam pengentasan kemiskinan. Perempuan juga bisa menjadi kekuatan di dalam penciptaan lapangan kerja dan perempuan itu bisa menjadi kekuatan di dalam meningkatkan pendapatan keluarga.


Wakaf uang berperan strategis memberdayakan perempuan. Wakaf uang menawarkan peluang untuk membantu kelompok usaha perempuan dalam meningkatkan pendapatan dari bagi hasil yang diperolehnya. Lebih lanjutnya tentunya pendapatan ini memberi dampak positif bagi perubahan kehidupan ekonomi keluarga. Apalagi investasi dana wakaf yang disalurkan diberikan dalam bentuk dana bergulir yang dijadikan modal usaha bagi masyarakat lainnya secara berkelanjutan.


Dana wakaf uang dapat diinvestasikan dan disalurkan untuk memberdayakan masyarakat kecil melalui mikro finance dan pendampingan usaha. Bantuan keuangan mikro ini didampingi oleh tenaga pendamping yang akan memberikan konsultasi kepada penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan berbisnis dengan baik. Dengan pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat miskin dapat terangkat derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu hidup layak dan sejahtera.


*) Penulis adalah dosen IAIN Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat; juga ketua Perwakilan Badan Wakaf Indonesia Sumatera Barat


**) Artikel dimuat di jurnal al-Awqaf, Vol. 5, No. 1, Januari 2012



[1] Sulikanti Agusni, Kekuatan Koperasi dalam Pemberdayaan Perempuan, h. 4, http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/VOL15_01/Kekuatan_Koperasi_Dlm_Pemberdayaan_1.pdf, diakses 23 April 2912

[2] Dian Masyita, Sistem Pengentasan Kemiskinan yang Berkelanjutan Melalui Wakaf Tunai, Laporan Penelitian Kementrian Riset dan Teknologi RI, Jakarta, 2005, h. 35

[3] Juliana dan Desrir Miftah, Peranan Perempuan dalam Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau, Marwah, Vol.VII, No 2, Desember 2009, h. 163

[4] Selama ini, sumber dana pengentasan kemiskinan bersumber antara lain dari : 1) Pemerintah pusat, yang disalurkan melalui departemen-departemen dan pemerintah daerah (pemda). 2) Pihak luar negeri, yang disalurkan melalui pemerintah, organisasi-organisasi kemasyarakatan, LSM dan ada yang disalurkan secara langsung kepada pihak yang membutuhkan. 3) Perusahaan swasta, yang disalurkan melalui badan-badan amal, yayasan-yayasan, CSR. 4) Masyarakat, dikumpulkan melalui BAZIS berupa zakat, infak dan sedekah masyarakat. Lihat Dian Masyita, dkk, A Dynamic Model for Cash Waqf Management as One of The Alternative Instruments for The Poverty Alleviation in Indonesia, makalah disampoikan pada The 23rd International Conference of The System Dynamics Society Massachussets Institute of Technology (MIT), Boston, Juli 17-21, 2005, h. 27

[5] Noer Soetrisno, op.cit., h. 2,

[6] MA, Mannan, Cash Waqf Certificate Global Opportunity the Sosial Capital Market in 21st-Century Voluntary-Sektor Banking, Proceeding of the Third Harvard University Forum on Islamic Finance, Cambridge, Massachussets, Harvard University, 30 September-2 Oktober 1999, h. 251

[7] Habib Ahmed, Role of Zakat and Awqaf in Poverty Alleviation, (Jedah: Islamic Research and Training Institution, Islamic Development Bank, 2004), h. 121

[8] Muhammad Qadr Basa, Qanûn al-Adl wa al-Inshaf fi al-Qadha’ ala Musykilât al-Auqâf, (Kairo: Dâr as-Salâm, 2006), h. 21. Lihat juga Murat Cizakca, A History of Philanthropic Foundations: the Islamic World From the Seventh Century to the Present, h. 42 www.mcizakca. com/publications.htm, 29 Juli 2009

[9] Ahmad Muhammad Abd al-Azhīm Al-Jamâl, Daur Nizâm al-Waqf al-Islâmî fi al-Tanmiyah al-Iqtishâdiyah al-Mu’âshirah, (Kairo, Dâr al-Salâm, 2007), h. 115

[10] Muhammad Anas Zarqa, Financing And Investment In Awqaf Projects: A Non-Technical Introduction, h. 1, www.islam.co.za/awqafsa/source/library/Article, 14 Maret 2008

[11] Duddy Roesmara Donna dan Mahmudi, The Dynamic Optimization of Cash Waqf Management:an Optimal Control Theory Approach, http://psekp.ugm.ac.id, h 2, 18 Juni, 2007

[12] Dian Masyita, Sistem Pengentasan Kemiskinan yang Berkelanjutan Melalui Wakaf Tunai, Laporan Penelitian Kementrian Riset dan Teknologi RI, Jakarta, 2005, h. 6

[13] Habib Ahmed, op.cit., h. 127

[14] Ahmad Muhammad Abdul Azhim al-Jamal, op.cit., h. 165

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts