Operasional wakaf mensyaratkan empat entitas penting yaitu: Pertama,otoritas atau regulator wakaf; Kedua, nazhir sebagai pengelola wakaf; Ketiga, wakif sebagai orang yang berwakaf; Keempat, mauquf alaih sebagai pihak yang menerima manfaat wakaf. Keempat entitas tersebut akan saling berinteraksi dengan baik apabila ada suatu peraturan yang jelas dan komprehensif.
Urgensi pengaturan wakaf, salah satunya, adalah untuk memastikan bahwa kualifikasi nazhir sesuai aset wakaf yang akan dikelolanya. Misalnya, seseorang nazhir dengan kualifikasi sederhana (tidak punya pengetahuan tentang bisnis, keuangan, manajemen dan punya rekam jejak yang kurang baik tentang ritual ibadah dan komunikasi) sangat tidak tepat untuk ditunjuk mengelola gedung perkantoran berlantai 100 yang berlokasi di tempat strategis di tengah kota.
Profil nazhir yang tepat untuk aset tersebut adalah nazhir yang berpengalaman mengelola bisnis, menguasai, baik teori maupun praktik keuangan dan dapat berkomunikasi yang baik di samping bahwa dia adalah seseorang yang sangat taat beribadah, mengetahui pengetahuan agama yang luas.
Oleh karena itu, adanya peraturan tersebut sangat penting bagi keberlangsungan wakaf. Apabila peraturan tersebut mendukung beroperasinya wakaf dengan baik, maka masyarakat pada umumnya akan merasakan dampak baik dari adanya wakaf tersebut. Sampai dengan saat ini, belum ada standarisasi yang diakui dunia dalam pengelolaan wakaf. Standarisasi tersebut penting agar memudahkan penilaian kinerja pengelolaan wakaf di seluruh dunia.
Apabila masing-masing negara mempunyai standar pengelolaan wakaf yang berbedap-beda, maka sulit untuk dilakukan penilaian mana yang baik antara pengelola wakaf di suatu negara dan pengelola wakaf di negara lain. Selain itu, salah satu keuntungan dengan adanya standarisasi ini adalah kemudahan dalam melaksanakan kerja sama. Pengelola wakaf (nazhir) di Indonesia akan dengan mudah bekerja sama dengan pengelola wakaf misalnya di Arab Saudi apabila keduanya telah mengadopsi standar yang sama.