Paradigma Wakaf Produktif Harus Sampai Pelosok

MAMUJU—Paradigma wakaf produktif kini sudah cukup dikenal di masyarakat, terutama di perkotaan. Di sejumlah tempat, tidak jarang aset tanah wakaf yang berupa halaman masjid dibangun ruko dan counter-counter ekonomi lainnya yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat. Demikian disampaikan Ahmad Muhajir Algadri, Kepala Subdirektorat Penyuluhan dan Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, dalam kegiatan “Penyuluhan Perwakafan bagi Pengurus Masjid, Majelis Taklim, dan Pengelola Pondok Pesantren se-Sulawesi Barat,” Rabu (11/9/2013).

 

Namun demikian, Muhajir mengatakan bahwa paradigma baru perwakafan ini juga harus sampai pelosok. Dalam ceramahnya yang berjudul “Mekanisme Perwakafan”, kasubdit yang saat ini sedang melakukan studi S3 di Universitas Negeri Jakarta itu mengatakan pemberdayaan aset wakaf di pelosok juga diperlukan agar manfaat dari potensi wakaf dapat dirasakan secara merata di seluruh sebaran masyarakat, baik perkotaan maupun di daerah-daerah. “Pemberdayaan wakaf produktif jangan hanya berjalan dan maju di daerah perkotaan saja,” sambungnya.

 

“Kini tidak jarang kita melihat bangunan masjid di lantai paling atas, sementara bagian bawahnya dibangun toko-toko. Keuntungan dari pemberdayaan ekonomi atas aset wakaf ini kemudian digunakan untuk menggaji karyawan, imam masjid, muazin, sebagian lainnya diberikan kepada mauquf ‘alaih,” terangnya kepada para peserta yang berasal dari Majene, Polmas, dan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Barat.

 

Tentu saja, imbuhnya, dalam melaksanakan program pemberdayaan wakaf produktif tersebut, nazhir atau pengelola aset wakaf perlu membangun sinergi dan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah, BWI, Kementerian Agama, ormas Islam, kantor pertanahan dan instansi teknis terkait, investor, lembaga-lembaga keuangan syariah, dan sebagainya. Dengan demikian, profesionalisme dan kemampuan membangun jaringan dari para nazhir memiliki peran yang sangat sentral dalam pengelolaan harta wakaf, dan menentukan sukses atau tidaknya pemberdayaan wakaf produktif.

 

“Jadi sekarang ini, eranya bukan lagi masyarakat yang ‘menghidupi masjid’, tapi justru masjidlah yang ‘menghidupi’ masyarakat.” pungkas alumni IAIN Sunan Ampel tersebut. (Bimas Islam)

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts