Nazhir Harus Punya Kompetensi Finansial dan Jiwa Wirausaha

 

JAKARTA–Sejak disahkannya undang-undang wakaf pada tahun 2004 dan berdirinya Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada 2007, istilah wakaf produktif bukan lagi sesuatu yang baru bagi sebagian masyarakat negeri ini. Sebagian dari mereka mulai sadar bahwa makna asli wakaf adalah wakaf produktif, yaitu wakaf yang mampu membiayai diri sendiri dan memberikan manfaat bagi orang lain.

 

Namun, untuk mewujudkan wakaf produktif tidak cukup dengan mengerti maksud dari istilah tersebut. Dibutuhkan nazhir-nazhir (pengelola harta wakaf) yang cakap dan profesional. Apalagi bila yang dikelola adalah wakaf uang.

 

 

Menurut Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring, “Pengelola wakaf yang disebut nazhir harus berjiwa entrepreneur guna mengembangkan harta wakaf. Hasil laba dari pengembangan harta tersebut dimanfaatkan bagi pengembangan ekonomi dan kesejahteraan umat,” tuturnya pada acara pembekalan nazhir wakaf uang di Bogor, Senin (31/9/2013). Wakil Sekretaris BWI, Cholil Nafis, menambahkan, “Khusus nazhir wakaf uang, … harus memiliki kompetensi finasial yang cukup.”

 

Karena itu, menurut Cholil Nafis, BWI—sebagai lembaga yang menyeleksi dan mengesahkan legalitas nazhir wakaf uang—saat ini mendorong nazhir wakaf uang berasal dari organisasi dan badan hukum, bukan perorangan. Apa yang diutarakan Cholil Nafis selaras dengan amanat undang-undang wakaf bahwa nazhir wakaf uang tidak boleh perorangan, tetapi harus berupa badan hukum atau organisasi. (nurkaib)

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *