Kunjungan Jabatan Urusan Zakat, Waqaf, dan Baitulmal Brunei ke Badan Wakaf Indonesia Bahas Potensi Pengembangan Wakaf Produktif

Badan Wakaf Indonesia (BWI) menerima kunjungan dari Jabatan Urusan Zakat, Waqaf, dan Baitulmal Kementerian Hal Ehwal Ugama Brunei Darussalam di Jakarta. Pertemuan ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman Brunei mengenai mekanisme pengelolaan wakaf di Indonesia, guna diterapkan sebagai program wakaf produktif di negara mereka.

Ketua BWI, Prof. Dr. Kamaruddin Amin, M.A., menjelaskan peran BWI sebagai otoritas independen dalam perwakafan nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. “BWI berperan sebagai regulator dan pelindung nazhir wakaf di Indonesia. Selain BWI, Kementerian Agama turut berperan melalui pengaturan regulasi. Namun, BWI lebih berfokus pada pembinaan dan sertifikasi nazhir,” ujarnya.

Aset Wakaf Produktif di Indonesia

Prof. Dr. Kamaruddin Amin juga menjelaskan bahwa aset wakaf di Indonesia telah berkembang pesat, mencakup berbagai sektor seperti pendidikan, fasilitas sosial, masjid, dan pemakaman. Sebagian aset ini juga dimanfaatkan secara produktif untuk mendukung program sosial dan ekonomi masyarakat. “Aset wakaf di Indonesia tumbuh sekitar 6% setiap tahunnya dan memiliki beragam fungsi sesuai kebutuhan masyarakat,” tambahnya.

Inovasi dalam Wakaf Uang dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS)

BWI juga memperkenalkan cash waqf linked sukuk (CWLS) sebagai salah satu inovasi dalam wakaf uang, yang memungkinkan masyarakat untuk berinvestasi dalam bentuk wakaf uang. Investasi ini dikelola secara produktif melalui dua jenis: wakaf abadi dan wakaf temporer, dengan hasil investasinya digunakan untuk keperluan wakaf. “CWLS merupakan instrumen investasi syariah yang didukung pemerintah dan diawasi oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI),” jelas Prof. Kamaruddin.

Tantangan dan Upaya Meningkatkan Literasi Wakaf

Di balik kemajuan yang dicapai, masih terdapat tantangan dalam meningkatkan literasi masyarakat dan nazhir terkait wakaf produktif, khususnya wakaf uang. Berdasarkan data, literasi wakaf di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu hanya 0,43%. “Salah satu tantangan terbesar kami adalah meningkatkan literasi dan kompetensi nazhir agar wakaf produktif dapat dikelola secara optimal,” ungkap Prof. Kamaruddin.

Sesi Diskusi dengan Pihak Brunei

Dalam sesi tanya jawab, perwakilan Brunei menyampaikan ketertarikan mereka untuk belajar lebih dalam mengenai pengelolaan wakaf uang dan CWLS di Indonesia. Wakaf uang masih relatif baru di Brunei, sehingga mereka ingin memahami bagaimana BWI membangun kepercayaan masyarakat dan memastikan keberlanjutan wakaf melalui CWLS dan program wakaf lainnya.

BWI juga menjelaskan tentang regulasi dalam pembinaan nazhir, yang harus melalui tahapan sertifikasi dan pengawasan ketat. “Nazhir harus memiliki kelembagaan yang kuat, sertifikasi, dan pengalaman di bidang keagamaan minimal tiga tahun,” jelas Prof. Kamaruddin. BWI juga menekankan pentingnya regulasi untuk mencegah pencucian uang dalam pengelolaan wakaf.

Harapan untuk Pengembangan Wakaf di Brunei

Kunjungan ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat hubungan antara Indonesia dan Brunei di bidang wakaf, khususnya dalam pengembangan wakaf produktif. Melalui pengetahuan yang diperoleh selama kunjungan, pihak Brunei berencana menerapkan pengelolaan wakaf yang lebih maju untuk kepentingan sosial dan ekonomi masyarakatnya.

Badan Wakaf Indonesia berharap kerja sama yang baik dengan Brunei dapat memberikan manfaat besar bagi kedua negara dalam memperluas dampak positif perwakafan.

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *