JAKARTA, BWI.or.id—Persoalan akses air bersis dan sanitasi yang rendah di Indonesia merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa. Demikian disampaikan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Slamet Riyanto pada Selasa (10/1/2017) siang, dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
“Negara kita dibilang lempar tongkat saja bisa jadi tanaman. Ternyata masih begini (akses terhadap air bersih dan sanitasi masih rendah). Ini tanggung jawab bersama untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara,” kata Slamet.
Nota itu diteken untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan layanan air minum dan sanitasi melalui pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, dan dana sosial keagamaan lainnya, terutama bagi daerah yang kekurangan dalam akses air bersih dan sanitasi.
Slamet menjelaskan, wakaf tidak hanya bisa untuk mewujudkan pemakaman dan pembangunan masjid, tetapi juga dapat digunakan untuk penyediaan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Menurut Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro, Indonesia masih berjuang untuk meraih posisi sepuluh besar dalam peringkat negara dengan akses air bersih dan sanitasi terbaik. Jika dibandingkan dengan kawasan Asia Tenggara, akses air bersih dan sanitasi Indonesia hanya lebih baik dari Timor Leste dan Kamboja. Sekitar 72 juta orang Indonesia masih belum memiliki akses air minum yang layak. Masalah sanitasi juga diperparah dengan besarnya jumlah orang Indonesia yang masih buang air besar sembarangan, yaitu sekitar 31 juta orang.
Padahal, jelas Bambang, akses terhadap air minum dan sanitasi berpengaruh langsung pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terutama terkait angka harapan hidup. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.
Karena itulah, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bersinergi untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan air minum dan sanitasi melalui pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, dan dana sosial keagamaan lainnya.[]
Nurkaib
JAKARTA, BWI.or.id—Persoalan akses air bersis dan sanitasi yang rendah di Indonesia merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa. Demikian disampaikan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Slamet Riyanto pada Selasa (10/1/2017) siang, dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
“Negara kita dibilang lempar tongkat saja bisa jadi tanaman. Ternyata masih begini (akses terhadap air bersih dan sanitasi masih rendah). Ini tanggung jawab bersama untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara,” kata Slamet.
Nota itu diteken untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan layanan air minum dan sanitasi melalui pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, dan dana sosial keagamaan lainnya, terutama bagi daerah yang kekurangan dalam akses air bersih dan sanitasi.
Slamet menjelaskan, wakaf tidak hanya bisa untuk mewujudkan pemakaman dan pembangunan masjid, tetapi juga dapat digunakan untuk penyediaan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Menurut Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro, Indonesia masih berjuang untuk meraih posisi sepuluh besar dalam peringkat negara dengan akses air bersih dan sanitasi terbaik. Jika dibandingkan dengan kawasan Asia Tenggara, akses air bersih dan sanitasi Indonesia hanya lebih baik dari Timor Leste dan Kamboja. Sekitar 72 juta orang Indonesia masih belum memiliki akses air minum yang layak. Masalah sanitasi juga diperparah dengan besarnya jumlah orang Indonesia yang masih buang air besar sembarangan, yaitu sekitar 31 juta orang.
Padahal, jelas Bambang, akses terhadap air minum dan sanitasi berpengaruh langsung pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terutama terkait angka harapan hidup. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.
Karena itulah, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bersinergi untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan air minum dan sanitasi melalui pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, dan dana sosial keagamaan lainnya.[]
Nurkaib
JAKARTA, BWI.or.id—Persoalan akses air bersis dan sanitasi yang rendah di Indonesia merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa. Demikian disampaikan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Slamet Riyanto pada Selasa (10/1/2017) siang, dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
“Negara kita dibilang lempar tongkat saja bisa jadi tanaman. Ternyata masih begini (akses terhadap air bersih dan sanitasi masih rendah). Ini tanggung jawab bersama untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara,” kata Slamet.
Nota itu diteken untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan layanan air minum dan sanitasi melalui pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, dan dana sosial keagamaan lainnya, terutama bagi daerah yang kekurangan dalam akses air bersih dan sanitasi.
Slamet menjelaskan, wakaf tidak hanya bisa untuk mewujudkan pemakaman dan pembangunan masjid, tetapi juga dapat digunakan untuk penyediaan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Menurut Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro, Indonesia masih berjuang untuk meraih posisi sepuluh besar dalam peringkat negara dengan akses air bersih dan sanitasi terbaik. Jika dibandingkan dengan kawasan Asia Tenggara, akses air bersih dan sanitasi Indonesia hanya lebih baik dari Timor Leste dan Kamboja. Sekitar 72 juta orang Indonesia masih belum memiliki akses air minum yang layak. Masalah sanitasi juga diperparah dengan besarnya jumlah orang Indonesia yang masih buang air besar sembarangan, yaitu sekitar 31 juta orang.
Padahal, jelas Bambang, akses terhadap air minum dan sanitasi berpengaruh langsung pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terutama terkait angka harapan hidup. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia.
Karena itulah, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bersinergi untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan air minum dan sanitasi melalui pendayagunaan harta wakaf, zakat, infak, dan dana sosial keagamaan lainnya.[]
Nurkaib