Jakarta (7/8/08) | Wakaf dapat menjadi model pengembangan ekonomi alternatif di tengah kondisi ekonomi umat yang masih memperihatinkan. Masyarakat saat ini membutuhkan pencerahan dan pemecahan konkrit di tengah derasnya tekanan ekonomi global. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, potensi wakaf di Indonesia perlu digali terus-menerus agar memberikan manfaat sosial lebih banyak. Kekayaan wakaf harus dikelola secara produktif sebagaimana dilakukan di beberapa negara Muslim lain. "Wakaf tanah yang kita miliki mencapai 1,8 milyar meter persegi melebihi luasnya kota Jakarta, sebenarnya kita dapat memberdayakannya secara optimal," kata Menag saat membuka seminar nasional wakaf produktif Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Jakarta, Rabu (6/8).
Menurut Menag, lahirnya BWI yang dibentuk pemerintah sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan sebagaimana amanat Undang-Undang Wakaf untuk mengembangkan perwakafan nasional, hendaknya menjadi pioner gerakan pemberdayaan wakaf secara produktf yang lebih memiliki greget dan kekuatan tekad.
"BWI dengan segala potensi dan kekuatan hukum yang dimiliki harus lebih fokus lagi untuk menjadikan wakaf berdaya guna dengan meningkatkan peeran dan skill pengelola wakaf agar elbih profesional dan amanah," paparnya.
Namun demikian, kata Maftuh, tidak semua tanah wakaf harus dikelola secara produktif, dalam arti harus menghasilkan uang, tetapi setidaknya dari jumlah tersebut sekitar 10 persen dapat dikelola secara optimal.
"Potensi wakaf uang juga sangat menjanjikan karena wakaf dalam bentuk ini tidak terikat dengat kepemilikan kekayaan dalam jumlah besar," ujarnya.
Menag lebih lanjut mengatakan, siapapun yang berkeinginan untuk mendermakan sebagian hartanya dapat berwakaf dengan uang. Meski uang memiliki sifat yang dapat berkurang nilainya setiap waktu, tetapi karena sifatnya yang fleksibel dan adanya dukungan payung hukum yang memadai, maka wakaf uang dapat dijadikan sebagai instrumen pengembangan wakaf produktif di masa mendatang.
"Potensi wakaf uang memiliki dampak yang sangat besar. Sebagaimana dilakukan di beberapa negara Islam lain wakaf uang telagh diberdayakan secara luas," jelas Maftuh.
Sementara itu Ketua Badan Pelaksana BWI Prof. Dr. KH Tolchah Hasan mengakui, potensi perwakafan di Indonesia belum ditangani secara optimal. Potensi yang besar ini ternyata tidak dibarengi dengan usaha pengembangan secara produktif
"Wakaf masih ditangani secara konvensional dan tidak produktif, terutama oleh para nazhir (pengelola) yang rekrutmennya semata-mata berdasarkan kepercayaan individual," ujarnya mantan Menteri Agama ini.
Tolchah juga mengatakan, untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia BWI akan mulai mengembangkan wakaf uang. "Ini sesuatu yang baru di Indonesia, apalagi kitab-kitab yang jadi rujukan masih kurang," ujarnya lagi.
Di sela seminar yang menghadirkan pembicara Ketua Yayasan Wakaf Shalih Kamil Universitas Al Azhar Mesir, Prof Dr Mustafa Dasuki, Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah Dr Alwi Shihab, dan Dirjen Bimas Islam Prof Nasaruddin Umar, juga dilakukan penandatanganan kerjasama riset dan pengembangan wakaf produktif antara BWI dengan Muamalat Institute dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). (dpg/nur/nu)