Jakarta (21/1/09) | Harus diakui, tradisi ilmiah terkait dengan kajian, penelitian,  dan pengembangan di bidang perwakafan masih terbilang minim. Karena itu, Badan Wakaf Indonesia melalui divisi Litbang, berinisiatif menerbitkan Jurnal al-Awqaf. Kehadiaran jurnal ini untuk memberikan stimulus kepada berbagai kalangan, akademisi ataupun praktisi, untuk menggiatkan pengkajian dan pengembangan wakaf ke arah produktif demi kesejahteraan masyarakat.

 

Di samping dunia perwakafan, jurnal ini juga mengetengahkan kajian seputar ekonomi Islam secara komprehensif. Wakaf yang merupakan sub dari kajian ekonomi Islam dapat bersama-sama dengan elemen dan unsur lain, bergandengan tangan dan bahu-membahu dalam membumikan, memajukan, serta mengembangkan sistem ekonomi yang non ribawi ini.

Potensi wakaf di Indonesia disadari memang sangat besar sekali, oleh sebab itu dibutuhkan penanganan dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkannya. Dalam konteks ini, para nazhir (pengelola) wakaf bisa bekerjasama dengan elemen ekonomi Islam lain untuk saling mendukung dan memajukan satu sama lain.

Pada edisi perdana, yang inya Allah akan terbit di bulan Februari 2009, redaksi meneropong perkembangan peraturan perwakafan di Indonesia melalui tulisan Dr. Uswatun Hasanah yang berjudul Wakaf dalam Perundang-undangan di Indonesia. Keberadaan peraturan-peraturan tersebut, langsung ataupun tidak, berpengaruh dalam pengembangan dan pengelolaan produktifitas aset wakaf. Untuk menggambarkan konteks tersebut, peraturan tersebut dikaji dari masa kolonial Belanda hingga kini, dengan lahirnya Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagaimana diamanatkan UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf. 

Berdasarkan Undang-undang, Keberadaan BWI yang sudah hampir dua tahun ini, mempunyai peran yang sangat besar dalam mamajukan dan mengembangkan wakaf di Indonesia. Khususnya dalam memberikan penyuluhan dan mendorong nazhir dalam pengelolaan aset ke arah produktif. Tak hanya itu, BWI juga bisa sekaligus berperan sebagai nazhir wakaf, yang berskala nasional dan international. Peran apalagi selain itu? Lebih jelasnya bisa disimak dalam Peran BWI dalam Pengembangan Wakaf di Indonesia karya Mustafa Edwin Nasution, Ph.D.

Bagian dari upaya memproduktifkan aset wakaf, nazhir tidak bisa bekerja sendirian, perlu bekerjasama dengan pihak lain. Salah satunya adalah dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Pada aras ini, dalam artikel berjudul Menakar Kerjasama Nazhir dengan LKS, Ir. Syakir Sula, AAIJ, FIIS, menjelaskan sinergi kerjasama yang bisa dilakukan nazhir dengan LKS dalam memproduktifkan aset.

Secara khusus, Riawan Amin dalam Peran LKS dalam Pengembangan Wakaf Uang, membahas peluang-peluang investasi yang bisa dijajaki dan dijalin antara nazhir dengan LKS terkait dengan usaha-usaha pengelolaan wakaf uang. Kajian ini kian komprehensif dengan adanya ulasan tentang Standarisasi Nazhir Wakaf Uang Profesional oleh Jafril Khalil, MCL, Ph.D. Berarti, tak semua orang dengan mudah bisa menjadi nazhir wakaf uang, ada stantard yang mesti dipenuhi.

Jika potensi wakaf di Indonesia memang besar, benarkah bisa berdampak pada kesejahteraan? Pertanyaan ini dikupas oleh Dian Masyita dalam artikelnya berjudul Dasigning Waqf Management System for Microfinance Sector and Poverty Eradication in Indonesia. Diskursus hasil penelitian ini akan memberikan gambaran kepada pembaca tentang efektifitas wakaf dalam menggerakkan sektor micro ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. [aum]

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts