Jakarta (26/2/09) | Usulan Menteri Agama, Maftuh Basyuni, agar zakat dapat mengurangi besaran pajak yang harus dibayar muzaki dinilai bisa diwujudkan. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), KH Didin Hafidhuddin, mengatakan, usulan yang akan dimasukkan pemerintah dalam revisi Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat perlu didukung berbagai kalangan.
"Saya sangat mendukung usulan ini. Hal ini perlu diupayakan. Untuk itu, anggota DPR harus melihat wacana ini secara jeli," ujar Kiai Didin, (26/2). Menurut dia, wacana zakat dapat mengurangi besaran pajak seorang muzaki dapat mendorong umat Islam membayar zakat sekaligus pajak.
Pihaknya menilai aturan seperti itu tak akan mengurangi turunnya pendapatan pajak. ''Ini tidak bertentangan, justru malah sejalan, dengan adanya sistem tersebut pajak justru akan bertambah, jadi tidak perlu ada kekhawatiran pajak akan berkurang," papar Kiai Didin yang juga ketua Majelis Pimpinan Badan Kerja Sama Pimpinan Pesantren Indonesia (BKSPPI) itu.
Kebijakan seperti itu, ungkap dia, telah diterapkan negeri jiran, Malaysia, sejak 2001. Menurut Kiai Didin, penerapan sistem zakat mengurangi besaran pajak di Malaysia ternyata menuai hasil yang menggembirakan. "Justru zakat bertambah dan pajak pun ikut bertambah,'' cetusnya. Pada prinsipnya, pajak dan zakat adalah dua hal yang berorientasi sama, yakni memungut sebagian harta manusia.
Hanya saja, papar Kiai Didin, pajak digunakan untuk pembangunan, sedangkan zakat lebih spesifik karena berkaitan dengan agama Islam, yakni untuk membantu masyarakat miskin. Dihubungi terpisah, Pakar Ekonomi Syariah, Muhammad Syafii Antonio, menilai usulan itu sebagai angin segar yang dapat mendongkrak jumlah pengumpulan zakat.
"Ide ini cukup menyegarkan, untuk mendongkrak rendahnya akumulasi zakat yang terkumpul," paparnya. Hanya, kata dia, sistem itu tentunya akan memiliki dampak positif dan negatif. Sisi positifnya, kata dia, jumlah zakat yang terkumpul tentu akan bertambah. Untuk itu, kata dia, harus dipikirkan lembaga yang mengelolanya.
Direktur Tabung Wakaf, Zaim Saidi, mengatakan, zakat yang dibayarkan seorang muzaki sudah seharusnya mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan. Selama ini, ungkap dia, zakat hanya dihitung sebagai pengurangan terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Pendiri Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) itu menegaskan bahwa zakat merupakan kewajiban karena perintah Allah SWT. Sehingga, kata Zaim, harus ada dispensasi pajak sebanyak-banyaknya. Dalam kesempatan itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah menghapuskan pajak wakaf yang nilainya cukup tinggi.
"Wakaf kan ada bermacam-macam, ada wakaf harta, properti, dan pajaknya itu mahal. Untuk itu seharusnya pemerintah mebebaskan pajaknya. Harusnya usulan Menag tersebut diperluas lagi bukan hanya zakat tapi juga wakaf," tutur Zaim.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi VIII DPR, Badriyah Fayumi, juga mendukung usulan pemerintah melalui Menag agar zakat bisa mengurangi besaran pajak yang harus dibayar seorang muzaki. Namun, menurut Badriyah, sebelum aturan itu diterapkan, sistemnya harus dipersiapkan dengan baik.
"Ini merupakan salah satu isu krusial yang akan dibahas di DPR. Secara konsep bagus, kami lebih mendorong ke sana, asalkan ada satu sistem yang baik, harus ada koordinasi antara Departemen Keuangan dengan Departemen Agama. Karena, ini terkait kebijakan fiskal," ujarnya.
"Perlu ada lembaga sendiri yang mengatur hal tersebut. Agar nantinya zakat dikelola lebih terorganisasi, dan secara administratif juga baik dengan menyertakan bukti. Kita juga harus memikirkan teknis apa yang diperlukan," ujar anggota FPKB itu. (she/rpbk)