Semarang – Gerakan wakaf Alquran di Jawa Tengah sepertinya harus lebih didorong. Pasalnya, tak sedikit umat Islam di provinsi ini yang belum ‘melek’ Alquran. Selain persoalan kesadaran dan niat untuk belajar, kemudahan- kemudahan bagi umat Islam untuk bisa mengakses Alquran belum sepenuhnya bisa berjalan sesuai dengan harapan. Ketua MUI Jawa Tengah, KH Ahmad Daroji mencontohkan, gerakan ‘Wakaf Alquran’ misalnya, diakui sampai saat ini realisasinya belum begitu efektif di Jawa Tengah.
Permasalahan ini lebih disebabkan oleh sosialisasi gerakan wakaf Alquran yang kurang intensif. “Sehingga MUI berpendapat agar pemrakarsa gerakan ini kembali melakukan konsolidasi,” ujarnya.
Ia mengakui gerakan wakaf Alquran ini merupakan gerakan yang sangat mulia dan bisa dilakukan tanpa biaya mahal. Hanya dengan Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu saja bisa diwakafkan untuk pengadaan Alquran.
Atau bisa dengan mewakafkan langsung Alquran untuk kepentingan umat lainnya. Pertanyaannya, mengapa hal ini belum bisa berjalan berarti sosialisasinya belum efektif.
“Bagaimana gerakan ini dapat dilakukan, jika sosialisasi programnya saja belum dilaksanakan dengan baik. Sebab sosialisasi ini menjadi poin penting yang harus dilakukan,” lanjut Ahmad Daroji.
Karena itu, lanjutnya, konsolidasi yang dimaksud bisa melakukan evaluasi dan banyak mengkaji agar sosialisasi gerakan ini bisa lebih efektif. Sehingga mampu dilaksanakan sesuai dengan harapan.
Ia juga menambahkan –di luar konsolidasi– fungsi koordinasi lintas lembaga untuk mensukseskan gerakan ini juga harus diperkuat untuk mensukseskan program wakaf ini.
Apalagi di Jawa Tengah memiliki ormas Islam, MUI, Kanwil Depag serta lembaga- lembaga lain yang berkepentingan sama. Artinya modal untuk melaksanakan gerakan yang mulia ini sudah ada.
“Jangankan MUI, pihak- pihak lain yang peduli dengan permasalahan keterbatasan umat Islam dalam mengakses Alquran pasti akan mendukung,” tambahnya.
Kesulitan Penyandang Tuna Netra
Terkait dengan kemudahan untuk mengakses Alquran, persoalan yang lebih rumit justru dialami oleh para penyandang tunanetra di Jawa Tengah.
Menurut Pengasuh komunitas ‘Sahabat Mata’, Basuki, jumlah tuna netra di Jawa Tengah sesuai dengan data Dinas Sosial mencapai 28 ribu orang.
Namun ia meyakini data ini seperti gunung es yang hanya tampak di permukaan. Jumlah sesungguhnya yang belum tercatat masih jauh dari angka yang dirilis Dinas Sosial ini.
Dengan sumsi 80 persen penyandang tuna netra ini kaum muslim di Jawa Tengah berarti ada sekitar 23 ribu penyandang tuna netra. “Sementara jumlah Alquran Braille yang beredar di Jawa Tengah hanya 1.000 set,” jelasnya.
Padahal, harga Alquran Braille mencapai Rp 1,6 juta per set. Dibandingkan dengan harga Alquran cetak yang bisa diperoleh dengan harga Rp 20 ribu, kebutuhan Alquran untuk penyandang tuna netra ini relatif lebih mahal.
Untuk mendorong akses Alquran Braille ini, ‘Sahabat Mata’ terus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. Baik dalam bentuk wakaf maupun bantuan bersama lembaga- lembaga ke-Islaman maupun perorangan.
Tahun 2009 lalu, masih jelas Basuki, pihaknya telah mengupayakan 63 set Alquran Braille dari target 60 set. “Tahun ini, kami menterget penambahan 100 set Alquran Braille bagi penyandang tuna netra di Jawa Tengah,” jelasnya. (republika)