Nazhir memang memiliki peran penting dalam perwakafan. Berapa banyak harta wakaf yang berhasil dihimpun dan dikelola serta bermanfaat untuk kesejahteraan umat disebabkan nazhirnya amanah. Berapa banyak harta wakaf yang terlantar, hilang atau tidak ada lagi jejaknya disebabkan oleh nazhir yang tidak menjaganya, menelantarkannya bahkan dengan sengaja menghilangkannya. Berapa banyak hasil wakaf yang tidak diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (maukuf alayh) atau diberikan tapi tidak tepat sasaran karena nazhir menganggap harta wakaf sebagai miliknya. Berapa banyak sengketa wakaf atau sengketa nazhir terjadi karena tindakan nazhir yang tidak tepat dalam mengelola wakaf. Berapa banyak orang kaya yang enggan berwakaf karena ada nazhir yang tidak amanah atau tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pentingnya peranan nazhir dalam perwakafan telah menjadi-kan ulama bersepakat bahwa meskipun nazhir bukan sebagai rukun wakaf namun wakif harus menunjuk nazhir. Hal ini ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa wakaf dilaksanakan dengan memenuhi enam unsur wakaf yang salah satunya adalah nazhir. Undang-Undang wakaf juga menyebutkan bahwa nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Nazhir menerima harta wakaf dari wakif bukan untuk dimiliki tetapi sebagai amanah yang harus ditunaikan untuk mewujudkan tujuan wakaf. Kemanfaatan harta wakaf dan mengalirnya pahala wakaf secara terus menerus kepada wakif terletak pada pundak nazhir. Jika nazhir mengabaikan harta wakaf, maka wakaf menjadi tidak bermanfaat dan tidak ada lagi pahala yang mengalir untuk wakif.
Sebagai penerima amanat, nazhir wajib menjaga, mengawasi, memelihara, mengelola, dan memastikan wakaf bermanfaat untuk maukuf alaih. Memang secara bahasa nazhir berasal dari kata kerja nazhara yang artinya menjaga, mengawasi, memelihara, dan mengelola. Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata nazhara yang artinya penjaga atau pengawas. Penyebutan nazhir wakaf adalah penyebutan yang disebutkan oleh mayoritas ulama dan yang paling banyak digunakan saat ini. Selain disebut dengan nazhir, ada juga yang menyebutnya dengan qayyim dan mutawalli yang artinya sama dengan nazhir. Secara istilah ulama mendefinisikan nazhir sebagai pihak yang mengurus semua urusan wakaf.
Wakif dapat menunjuk dirinya atau pihak lain untuk menjadi nazhir atas harta yang diwakafkannya. Untuk menjadi nazhir tidak ada persyaratan gender karena nazhir boleh laki-laki atau perempuan. Mengenai hukum kebolehan wakif menjadi nazhir dan perempuan menjadi nazhir, merupakan kesimpulan hukum dari wakaf Umar bin Khattab atas tanahnya di Khaibar di mana nazhirnya Umar sendiri, lalu digantikan oleh puterinya yang bernama Hafsah, dan berikutnya sebagai pengganti puterinya adalah orang-orang yang berkompeten dari keluarganya.
Selengkapnya bisa dibaca disini
Siapakah yang Boleh Menjadi Nazhir