Medan – Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Medan Drs H Syafii Susanto MA menjelaskan, sejak dulu tidak pernah ada kasus peruntuhan masjid di Kota Medan. “Bukan merupakan peruntuhan, tapi karena pertimbangan tertentu dengan dasar kemashlahatan serta untuk kepentingan yang lebih baik seperti tata ruang dan tata kota, maka perlu dilakukan renovasi ataupun di ruilslag sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Syafii di Medan, kemarin.
Dia juga memberikan apresiasinya dengan penegasan Walikota Medan Drs H Rahudman Harahap ketika melaksanakan rapat dengan unsur Muspida beberapa waktu yang lalu.
Jadi harus digaris bawahi bahwa, kata-kata peruntuhan itu identik dengan perusakan dan jelas akan ditentang umat. Berbeda halnya dengan ruislagh, tukar menukar atau istibdal (fikih-red). Maka itu merupakan satu ketentuan yang mendasar. Oleh karena itu apabila telah sesuai dengan ketentuan dengan tujuan yang lebih baik, tentu tidak harus dipersoalkan.
Dalam persoalan ini, ungkap Syafii yang juga Kakan Kemenag Asahan ini, diminta kepada umat Islam agar jangan sampai terkontaminasi dengan kata-kata peruntuhan masjid tersebut. Menurut dia, hal itu bukan sebagai peruntuhan, tapi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. “Sebaiknya umat dapat berpikir jernih terhadap hal seperti itu,” katanya.
Disinggung tentang beberapa persoalan di Medan terkait persoalan masjid, Syafii menilai mestinya umat lebih menganalisa sesuai dengan pertimbangan hukum yang berlaku. Dalam UU Wakaf nomor 41 tahun 2004 dan PP Nomor 42 tahun 2006, ketentuan mengenai pemindahan masjid telah diatur dengan sangat jelas mana yang boleh dan tidak pada proses pemindahan masjid.
Sesuai ketentuan, ada beberapa alasan kenapa pemindahan suatu masjid harus dilaksanakan, seperti jamaahnya sudah tidak memadai lagi, tidak ada pengurusnya sementara akses jalan menuju masjid sudah tertutup karena telah dikuasai pihak ketiga.
Dengan melihat kondisi seperti itu, ungkap Syafii, maka akan lebih arif lagi jika dipindahkan. Ataupun karena terjadi pelebaran jalan, sehingga terpaksa dipindahkan.
“Seharusnya umat tidak rigid dan kaku terkait persoalan ini,” katanya.
Dia juga menjelaskan persoalan masjid di Kelurahan Silalas juga sesuai ketentuan. Di tempat itu ada dua masjid yaitu masjid Al Khoiriyah milik PTPN IX dan persoalannya telah selesai. Satu lagi adalah masjid Raoudahatul Islam telah dilaksanakan sesuai ketentuan, karena nazir masjidnya telah tidak ada lagi. Bahkan dari kementerian agama dan Badan Wakaf Indonesia telah melakukan survey terhadap persoalan itu, sehingga proses ruislagh dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Itu makanya kalaupun sekiranya masjid tersebut tetap dipertahankan. Apakah ada yang menjamin jamaahnya akan tetap ramai, sedangkan lokasinya telah dikuasai pihak ketiga, ungkap Syafii dan mengharapkan umat dapat lebih jernih mencermati persoalan itu. (rmd/analisadaily)