Produk dan Nama Bank Syariah Harus Praktis

 

JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Darmin Nasution, mengatakan, perbankan syariah di Indonesia jika dilihat dari perkembangannya memang baik. Namun jika dilihat dari potensinya, semestinya bisa lebih baik lagi. Dia juga menjelaskan, untuk menambah kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah ini, banyak hal yang harus dibenahi.

 

“Menurut saya mereka perlu membuat produk yang lebih praktis dan mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh masyarakat. Jangan sampai masyarakat melihat itu sebagai barang asing karena namanya yang kurang familiar, kan bisa dibuat produk dengan nama yang familiar,” ujar Darmin di Jakarta, pekan lalu.

 

Selain itu, katanya, dibutuhkan cara untuk membuat bank syariah “tidak eksklusif”. “Maksudnya agar bank syariah tidak hanya untuk orang muslim saja, yaitu dengan alternatif yang dikerjakan tidak hanya teknisnya saja, harus didukung dengan upaya yang kuat untuk memberi penjelasan ke masyarakat,” tutur mantan Gubernur BI itu.

 

Lebih lanjut dia menjelaskan terkait dana haji yang disalurkan ke bank syariah merupakan hal yang positif. “Ya, dana haji itu pengumpulannya pasti dan memang akan membantu bank syariah, karena pendanaan ini berbeda dengan pengumpulan dana dari masyarakat,” imbuh dia.

 

Memang, kalangan industri perbankan syariah saat ini gencar memburu dana murah atau current and savings account (CASA). Pasalnya, selama ini CASA masih didominasi oleh bank konvensional lantaran telah menguasai sistem dan teknologi perbankan. Des, beragam cara pun dilakukan. Mulai dari pengalihan dana haji yang rencananya tahun ini Rp20 triliun, wakaf yang berpotensi Rp20 triliun per tahun, zakat serta dana bergulir perusahaan BUMN sebesar Rp40 triliun per tahun.

 

Wakil Menteri Agama Nazaruddin Umar tak menampik bila perbankan syariah Indonesia masih belum berkembang dan kalah jauh dari Malaysia. Dia menilai, yang menjadi masalah terletak di konseptual. “Kita bermasalah di rumusan-rumusan tentang pemahaman syariah. Artinya, Indonesia sangat kurang ahli keuangan syariah. Sampai saat ini yang ahli hanya para ulama, dan menyebabkan terjadinya “one man show”saja. Jadi aturannya kaku,” ungkapnya, belum lama ini.

 

Lebih lanjut Nazaruddin mengungkapkan, perbankan syariah Malaysia maju lantaran memiliki banyak ahli keuangan syariah. Padahal, kata dia, dari segi aturan seperti fiqih, Negeri Jiran itu jauh lebih ketat. Akan tetapi, justru dari sisi ekonomi syariah mereka jauh lebih friendlyaturannya. “Itu karena banyak ahli (keuangan syariah). Jadi tidak ada”one man show”,” terangnya.

 

Selain konseptual, dari sisi aturan telah diperkuat. Menurut Nazaruddin, setelah keluarnya Peraturan Menteri Agama (PMA) No.30 tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), otomatis dana haji harus dilimpahkan ke perbankan syariah. Meski begitu, dia mengaku tidak mudah untuk melakukannya dalam waktu dekat.

 

“Setelah UU No.21/2008 ada, lalu diperkuat dengan PMA No.30/2013, sudah seharusnya dana haji ini dialihkan ke perbankan syariah. Tapi memang harus bertahap. Karena kalau ditarik semuanya itu nanti ada persoalan teknis. Intinya, masih dalam proses. Tunggu waktu saja,” imbuh Nazruddin. (neraca)

Loading

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent posts