PASAMAN BARAT—Saat ini sering timbul permasalahan di tengah masyarakat terkait dengan harta wakaf. Misalnya, terjadi gugatan atas harta wakaf. Banyaknya gugatan dari pihak keluarga terhadap harta wakaf dari pihak keluarganya kepada orang (lembaga) lain bukan karena wakafnya tidak sah. Namun, gugatan tersebut dipicu tidak adanya berita acara wakaf yang dibuat sebelumnya.
Demikian disampaikan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Layanan Masyarakat IAIN Imam Bonjol, Padang, Prof. Asasriwarni, selaku pemateri pada pembinaan pemberdayaan wakaf tingkat Pasaman Barat di Wisma Amanah Simpang Ampek, belum lama ini.
Menurutnya, masalah perwakafan dalam tuntunan Islam bukan hal mudah yang bisa dilakukan oleh siapa dan kapan saja. Proses wakaf harus dilaksanakan para pihak (pewakaf dan penerima wakaf) di hadapan pejabat yang berwenang dan dengan menghadirkan saksi.
“Selama ini, banyak peristiwa wakaf di tengah masyarakat, tapi tidak dilaksanakan sesuai ketentuan. Selain menghadirkan saksi, prosesi wakaf dari seseorang (keluarga tertentu) kepada pihak lain harus dilaksanakan secara terbuka dan transparan, dihadiri saksi, dan dilaksanakan dengan menghadirkan pejabat berwenang,” kata Asasriwarni.
Selain itu, tambah guru besar hukum Islam IAIN Imam Bonjol Padang itu, setiap harta wakaf yang diwakafkan oleh seseorang atau keluarga tertentu kepada orang atau lembaga lain harus tercatat dan dibukukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh Kepala KUA, selanjutnya dibuatkan berita acara atau akta ikrar wakaf (AIW).
Setelah AIW selesai, Kepala KUA dan pihak terkait mendaftarkan harta wakaf ke pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional). Setelah itu, pihak BPN mengeluarkan sertifikat terhadap harta wakaf dan selanjutnya menyerahkannya kepada penerima wakaf bersangkutan. (padangekspres.co.id)