Wakaf Sumur Sahabat Utsman bin Affan
Suatu ketika saat 1400 abad lalu dimasa Nabi Muhammad SAW, Kota Madinah pernah mengalami paceklik hingga kesulitan air bersih. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, yaitu Sumur Raumah. Rasa airnya mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala,” demikian hadis riwayat (HR. Muslim).
Mendengar hal itu, Utsman bin Affan yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan Sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi.
Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekali pun, Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari,” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.
Utsman bin Affan yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa surga tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.
Ia pun membeli setengah sumur itu dan memilikinya secara bergantian. Akhirnya pemilik sebelumnya setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari itu juga separuh dari Sumur Raumah adalah milik Utsman.
Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di Sumur Raumah untuk mengambil air dengan gratis karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya.
Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk dua hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.
Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan menawarkan untuk menjual sumur itu dengan harga yang sama. Utsman yang setuju lalu membelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumah pun menjadi milik Utsman seutuhnya.
Kemudian Utsman bin Affan mewakafkan Sumur Raumah. Sejak saat itu Sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk orang Yahudi pemilik lamanya.
Wakaf sumur Utsman kini terus berkembang. Oleh pemerintah Ustmaniyah, wakaf Ustman dijaga dan dikembangkan. Perawatan wakaf Ustman ini dilanjutkan Kerajaan Saudi. Alhasil, dikebun tersebut tumbuh skeitar 1550 pohon kurma. Kerajaan Arab melalui kementerian Pertanian mengelola hasil kebun wakaf Utsman.
Uang yang didapat dari panen kurma dibagi dua, setengahnya dibagikan kepada anak-anak yatim dan fakir miskin lalu separuhnya lagi disimpan di sebuah bank dengan rekening atas nama Utsman bin Affan.
Rekening atas nama Utsman bin Affan dipegang oleh Kementerian Wakaf. Dengan begitu ‘kekayaan’ Utsman bin Affan yang tersimpan di bank terus bertambah sampai pad aakhirnya digunakan untuk membeli sebidang tanah di kawasan Markaziyah (area eksklusif) dekat Masjid Nabawi. Diatas tanah itulah hotel Utsman bin Affam dibangun dari uang rekeningnya, tepat disamping Majsid yang juga atas nama Utsman bin Affan.
Hotel tersebut kini dikelola oleh Sheraton dan salah satu hotel bertaraf internasional. Hotel tersebut berdiri gagah setinggi 15 lantai dengan 24 kamar disetiap lantai. Hotel tersebut dilengkapi dengan restoran besar dan tempat belanja. Dekat hotel tersebut terdapat Masjid Utsman bin Affan yang juga masih aktif digunakan.
Inilah contoh wakaf yang produktif dan terus mengalir amalnya sampai nanti. Bahkan bukan manfaatnya yang terus mengalir melainkan juga amalnya. Dalam kasus wakaf Utsman ini, amal akan mengalir terus sampai hari akhir ke kitab amal shaleh atas nama Utsman bin Affan.